PUASA DAN PENTINGNYA MENAHAN LAJU PANDEMI

Setiap muslim menyambut Ramadhan dengan ghairat beribadah yang tinggi. Terlihat di berbagai tempat masjid mulai ramai dibersihkan dan didatangi jamaah baik anak-anak maupun orang dewasa untuk melaksanakan shalat tarawih, tadarus Al-Qur’an dan kegiatan ibadah lainnya.

Di waktu yang bersamaan, pandemi covid-19 masih menghantui dunia. Bahkan baru-baru ini berbagai media memberitakan bahwa di India terjadi tsunami Covid-19 yang luar biasa akibat kendornya protokol kesehatan. Masyarakat disana melakukan sejumlah aktivitas laiknya normal, mulai dari menggelar pesta pernikahan besar, berdemonstrasi politik hingga acara keagamaan.

Bahkan, ada festival keagamaan dengan mendatangkan jutaan orang berkumpul di satu tempat tanpa masker dan jarak sosial. Dalih ikut serta meramaikan ibadah keagamaan, justru hal itu menjadi pintu masuk sebaran virus.

Terbukti setelah festival keagamaan digelar, melonjak drastis kasus positif Covid-19 di negeri Hindustan itu yang mencapai angka lebih dari 300.000 kasus setiap harinya. Sungguh sebuah pemandangan yang menyayat hati melihat mayat-mayat bertumpuk di luar rumah sakit, karena banyaknya pasien yang tak mendapat penanganan cepat dari tenaga kesehatan yang terbatas.

Lantas, Bagaimana dengan Indonesia? Berkaca dari lonjakan drastis kasus Covid-19 di India, perlu menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih waspada. Di bulan Ramadhan inilah waktu yang tepat bagi kita untuk beribadah dengan menegakkan protokol kesehatan yang ketat jika beribadah di masjid atau mencukupkan diri beribadah di rumah sebagai salah satu upaya menahan laju pandemi di negara kita tercinta ini.

Sebagaimana makna puasa secara etimologis yang berarti mengekang atau menahan diri dari sesuatu. Spirit menahan ini pun harus ditegakkan, tidak hanya menahan makan, minum, nafsu dan syahwat, berkata tidak baik, dan berbohong. Tak kalah pentingnya juga menahan diri untuk bersabar dalam melakukan setiap tindakan.

Mencegah jauh lebih baik, oleh karena itu dengan penuh kesadaran yang tinggi, mulailah dari diri kita sendiri dan keluarga terdekat untuk menahan diri. Tidak melakukan aktivitas dan pertemuan yang mengundang kerumunan. Seperti acara buka puasa bersama, melaksanakan shalat tarawih berjamaah tanpa protokol kesehatan yang ketat, juga melaksanakan salat Idul Fitri di masjid seolah-olah situasi sudah normal.

Bahkan kita harus bisa menahan diri untuk tidak mudik sebagai tradisi saat lebaran untuk beribadah dan bersilaturahmi bersama orang tua maupun kerabat lainnya di kampung halaman yang berbeda tempat.

Alih-alih semangat beribadah, protokol kesehatan pun harus ditegakkan. Karena ini bersesuaian dengan spirit puasa yang berarti menahan. Pandemi Covid-19 adalah bencana kesehatan global sudah seharusnya mengedepankan keselamatan umat. Langkah pemerintah pun sudah tepat mengeluarkan aturan pelarangan mudik untuk mengantisipasi dan menahan laju pandemi ini.

Sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan,

“Sesungguhnya tha’un itu peringatan Allah bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada orang yang pada saat musim wabah tha’un melanda dan dia berdiam diri di rumah dengan sabar dan beribadah kepada Allah, meyakini bahwa dia tidak akan terkena suatu bencana kecuali atas takdir Allah atas dirinya, maka dia akan dicatat mendapatkan pahala orang syahid.” (H.R Imam Bukhari)

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 247

Liana S. Syam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *