
SANG PEMBELA TUHAN YANG TAKUT SALIB
Melihat tingkah laku mereka yang suka membela Tuhan, yang suka melindungi akidah umat dari upaya pendakalan akidah, saya suka mengernyitkan dahi sambil bertanya, kok bisa yah, di satu sisi mereka yang paling terdepan dalam membela agama Tuhan, tapi disisi lain mereka juga yang paling terdepan dalam ketakutannya terhadap simbol agama lain?
Penampakan seolah-olah ada tanda salib dalam logo hari kemerdekaan kita telah menyedot perhatian banyak orang. Terutama mereka yang punya kelebihan delusi.
Beberapa ulama kondang pun turun tangan. Bukan menenangkan umat yang tengah berpersepsi dan tersulut, ini malah seperti menaburi api dengan bensin. Membuat “delusi yang mengada-ada” itu makin membentuk sebuah kebenaran.
Ini memang patut dipertanyakan dengan para pembela Tuhan. Mengapa mereka demikian takut dengan simbol agama lain? Ini baru simbol loh. Simbol yang tak bisa berkata satu patah kata pun!
Apa yang bisa diperbuat simbol kepada kita? Apakah hanya dengan melihat simbol salib lantas kita akan menukar iman kita? Kalau memang demikian, lemah sekali iman kalian. Terbuat dari apa iman kalian? Hingga harus tunduk di hadapan sebuah simbol.
Padahal, simbol hanyalah pengenal yang tak mampu menyuarakan dirinya secara verbal.
Apa yang ada di pikiran anda saat melihat gambar “apel digigit”? Apakah lantas anda akan menggadaikan “ketawadhuan” anda lalu menggantinya dengan spirit materialis yang serba hedonis?
Sebuah simbol tak pernah benar-benar merubah apapun dari iman kita. Jika ia mampu mendangkalkan iman kita, bukan salah simbol tersebut, tapi ada yang salah dari cara beragama kita.
Kita harus mengevalusi cara beragama kita yang serba takutan. Kita baru berhadapan dengan simbol agama lain! Belum berhadapan dengan adu argumentasi soal teologi dan logika masing-masing.
Ini seibarat kata pepatah, sudah kalah sebelum berperang. Padahal tujuan beragama adalah mengokohkan iman. Kalau dengan simbol salib saja kita sudah takut akan melemahkan iman kita, berarti pengajaran agama yang selama ini kita dapatkan tak ada hasilnya.
Dan yang lebih parah lagi adalah ketakutan serupa dizahirkan juga oleh alim-ulama yang tersohor yang biasa muncul di berbagai media. Makanya, tak heran jika banyak yang awam dalam beragama menjadi umat yang takutan dengan simbol agama lain.
Saya sudah beberapa kali masuk ke dalam gereja. Berdiskusi masalah agama dengan para pemukanya. Masuk ke wihara, kuil juga gurdawaranya umat Sikh juga pernah. Melihat cara mereka beribadah. Bertanya soal filosofi dari ibadah yang mereka lakukan. Bahkan mengemukakan sejumlah keberatan atas teologi agama mereka.
Tak lantas semua itu melunturkan keimanan saya. Malah saya merasa makin yakin dengan iman yang saya anut. Makin fanatik atas apa yang saya yakini.
Fanatik atas iman yang kita yakini harus diekspresikan di kedalaman hati kita yang paling dalam, dalam bentuk cinta yang demikian dahsyat. Bukan dengan jalan bersikap reaktif atau anarkis dalam bentur ujaran maupun kelakuan.
Tuhan senang dengan hamba-Nya yang fanatik, yang cinta mati kepada-Nya dan agama-Nya. Tapi bukan dengan jalan merugikan atau mendeskreditkan umat-Nya yang lain.
Cinta itu ada di kedalaman hati. Bukan di kulit yang hanya sebatas riasan yang penuh tipu daya.
Visits: 104
Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.
Mantap
Masya Allah 👍👍
Mantul pak cuaca mendukung ya 👍
Saya Kristen, saya suka tulisan anda.
Mantab👍👍