KEAJAIBAN TAWAKAL SEORANG PUTERA MUBALIGH

Riwayat ini bermula saat penulis rehat di kediaman Bapak Abdul Qoyum, putera Almarhum Mln Abdul Wahid HA, ketika penulis bertugas sebagai petugas Food Security untuk mengkhidmati kunjungan Hazrat Khalifatul Masih Ar Rabbi rh. ke Indonesia pertengahan tahun 2000 silam.

Waktu rehat kala itu digunakan untuk berbincang dengan beberapa orang anggota Ahmadi yang juga bertugas menghidmati Huzur rh. Saat itu agenda Huzur rh. adalah melaksanakan seminar homeopathy di salah satu Hotel di Jakarta.

Tengah kami berbincang dengan beberapa petugas, Pak Qoyum bercerita tentang salah satu riwayat ketika beliau menjadi mahasiswa di ITB kala itu.

Sebagai seorang putera Mubaligh terlebih pada sekitar akhir tahun 50an dan awal tahun 60an, sudah menjadi menu harian yang namanya hidup serba kekurangan di kota Bandung. Saat itu, ayahanda beliau mendapat allowance sebesar Rp. 450 untuk menghidupi 12 orang anak.

Dan sebuah keajaiban terjadi. Masa-masa sulit itu hanya berlangsung selama 5 bulan pertama. Setelahnya, karunia Allah Ta’ala turun yang membuat Pak Qoyum mendapat beasiswa dari sebuah perusahaan minyak asing sebesar Rp. 660 perbulan. Beasiswa tersebut bahkan melebihi pendapatan seorang insinyur.

Bahkan, dalam kurun waktu 3 bulan setelah menerima beasiswa, Pak Qoyum sudah bisa membeli sepeda motor mobilet yang terkenal mewah pada zamannya.

Ada satu kisah menarik kala beliau tengah dalam keadaan yang serba kekurangan tapi mempunyai satu keinginan yang dapat dikatakan mustahil bisa terjadi.

Suatu hari ditengah kepenatan setelah mengikuti praktikum, Pak Qoyum ingin sekali makan makanan yang tidak seperti biasanya alias makan enak di restoran. Tetapi saat itu Pak Qoyum tidak memiliki uang untuk makan enak di restoran.

Satu kebiasaan beliau yang unik adalah selalu percaya diri dan tawakal bahwa sebagai seorang putera mubaligh yang ayahandanya mengkhidmati agama secara total, pasti Allah Ta’ala akan mencukupi keperluannya.

Kebetulan, saat turun dari tempat praktikum, tiba-tiba salah seorang temannya meminta untuk ditraktir makan. Meski keadaan dompet saat itu sangat tipis, alias tidak punya uang, tak menyurutkan langkahnya untuk mentraktir teman-temannya. Ada lebih dari dua orang temannya yang minta ditraktir.

Tiba di restoran yang dituju, sambil tersenyum temannya berkata, “Memang kamu punya Uang?“ Sebab temannya sangat paham kalau Pak Qoyum sering tidak punya uang.

Mendengar perkataan temannya, Pak Qoyum menjawab, “Kamu gak mau saya ajak makan, kamukan belum makan, udah tenang aja saya yang bayar.”

Melihat rasa percaya diri yang kuat dari Pak Qoyum, akhirnya temannya mulai melihat menu makanan dan memesan dengan perasaan harap-harap cemas.

Ketika makanan yang dipesan tiba di depan mereka, teman-teman tersebut saling berpandangan. Mereka mulai membatin dan bertanya-tanya dalam hati, apa yang akan dilakukan bila makanan sudah dimakan ternyata Pak Qoyum gak bisa bayar?

Melihat rona muka teman-temannya yang masih diselimuti keraguan, Pak Qoyum meyakinkan lagi, udah jangan banyak bengong, makan itu makanan. Akhirnya disantaplah makanan-makanan itu.

Baru dua-tiga suapan dilahap, tiba tiba datang sekelompok mahasiswa lain, yang ternyata adalah teman-teman Pak Qoyum dan salah satunya adalah Bapak Rohali Sani (Ayahnya artis kenamaan di era 90an yaitu Alya Rohali). Dimana saat itu Pak Rohali adalah putera salah seorang petinggi negeri. Dia langsung saja menyapa dan berbincang dengan Pak Qoyum sehingga suasana makan menjadi ramai dan semarak.

Saat makanan teman-teman Pak Qoyum tadi selesai disantap, beliau dengan sigapnya berkata kepada sekelompok mahasiswa tadi, “Eh, tolong bayarin makanan gua sama temen-temen gua ini yah.”

Spontan Pak Rohali Sani berkata, “Udah Yum, ga usah khawatir, gua yang bayarin semua.”

Mendengar kata-kata itu, teman-teman Pak Qoyum merasa “plong” dan makanan yang masih terasa nyangkut di tenggorokan pun langsung turun ke lambung. Akhirnya Pak Qoyum dan teman-temannya dapat kembali ke rumah masing-masing dengan perut kenyang menyantap makanan lezat.

Dari peristiwa ini kita dapat mengambil pelajaran bahwa, bila kita betul-betul ingin menjual diri kita kepada Allah Ta’ala, maka Allah Ta’ala sendiri yang akan mencukupi kebutuhan kita. Pengkhidmatan almarhum Mln Abdul Wahid HA dibalas oleh Allah Ta’ala dengan suatu karunia besar kepada putera dan keturunan beliau dengan cara yang tidak dapat diduga-duga dan secara zahirnya hampir tidak masuk akal.

Semogo kita dapat mengambil hikmah besar dari peristiwa ini.

.

.

.

Penulis: Tauhid Tan

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 536

Tauhid Tan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *