Belas Kasih Tanpa Syarat
“Nek, ada beras, Nek? Kami lapar sekali, Nek. Hari ini Mamak belum masak karena Bapak dari kemarin nggak ada kerja,” seorang pria bertubuh tinggi besar berdiri di depan pintu dapur mengeluhkan kondisi perutnya yang lapar. Penghuni rumah pun mengambilkan nasi dengan lauk seadanya dan sekantong kecil beras untuk dibawa laki-laki itu, sebelum pergi meninggalkan lokasi masjid.
Nek Rosni seorang lansia yang lebih memilih menghabiskan masa tuanya tinggal di lingkungan masjid. Selain memang karena tidak memiliki tempat tinggal sendiri, dengan memilih tinggal di sekitar lokasi masjid, Nek Rosni merasa bahagia karena bisa selalu salat berjamaah dan beribadah lebih tenang di dalam masjid.
Nek Rosni dengan sisa tenaga yang masih Allah karuniakan, rutin membersihkan area sekitar masjid meski dengan upah sekadarnya. Kehidupan anak-anaknya yang juga jauh dari kata cukup membuat Nek Rosni tak ingin membebani mereka, sehingga dia lebih memilih tidak tinggal bersamanya.
Beberapa saat kemudian, datang lagi seorang pria paruh baya dengan pakaian lusuh. Tubuhnya sehat sempurna tanpa cacat fisik sedikitpun tapi anehnya berani minta sama Nek Rosni.
“Wak! Ada uang 10 ribu saja, Wak? Sepeda motorku kehabisan minyak. Takutnya kesiangan ke lapak parkir aku, Wak.” Gestur memelasnya tak jauh berbeda, pria paruh baya itu juga mengeluhkan keadaannya untuk bisa mendapatkan belas kasihan Nek Rosni. Tanpa banyak bicara Nek Rosni pun mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku bajunya.
“Adanya cuma segini. Mudah-mudahan cukup untuk beli minyak sampai tempat kamu jaga parkir,” ucap Nek Rosni sambil menyerahkan uang pecahan delapan ribu rupiah. Setelah mengucapkan terimakasih, pria paruh baya itu pun beranjak pergi.
“Nek… Mohon maaf sebelumnya ya, Nek. Apa mereka biasa datang ke sini dengan kondisi seperti itu?” Fatimah memberanikan diri bertanya, setelah menyaksikan dua kejadian tak biasa di hadapannya.
“Bukan mereka saja, Nduk. Sering juga ada orang yang tiba-tiba nyasar ke sini sekedar meminta makanan atau meminta sedikit bantuan dari Nenek,” jawab Nenek menerangkan.
“Lalu apakah dengan biaya yang Nenek terima dari Ayah dan Ibu selama ini cukup untuk menutupi kebutuhan Nenek?” Fatimah kembali bertanya.
“Alhamdulillah cukup, Nduk.. Semua yang datang ke sini hanya sekedar meminta bantuan pasti Allah yang menggerakkan hatinya, Nduk. Nenek tidak tega, mungkin hanya dengan jalan ini Nenek masih bisa membantu kesulitan orang lain,” jawaban Nenek di luar dugaan.
Fatimah tertegun, gadis berhijab yang masih duduk tepat di samping Nek Rosni tak bergeming. Hanya sorot mata sayunya saja yang masih tak berhenti melempar tanya, ‘Kenapa masih ada orang yang sanggup meminta kepada seorang wanita tua renta yang seharusnya mendapatkan uluran tangan? Benarkah Allah yang menggerakkan hati mereka untuk menyampaikan keluhannya pada Nenek? Atau mereka memang sudah tak lagi punya hati nurani?’
Fatimah tahu betul bagaimana kondisi keuangan Nenek. Sebagai anak, orang tua Fatimah juga hanya bisa membantu kebutuhan pokok Nenek saja, tidak lebih karena keterbatasan ekonomi. Sementara, keluarga yang lain pun belum bisa membantu dengan alasan kesulitan ekonomi.
Saat pertanyaan-pertanyaan itu melintas di pikiran Fatimah, tiba-tiba Nek Rosni memegang lembut bahunya, “Nduk, sudah jangan dipikirkan berlarut-larut. Allah itu kan tidak pernah membebani seorang hamba di luar dari kemampuan hamba-Nya. Kalau ada orang yang butuh bantuan, bantulah semampu kita. Tidak bisa memberi banyak, ya, beri sedikit. Kalau ada orang yang kelaparan datang meminta makanan, berilah apa yang kita makan, jangan sampai mereka pulang dengan perut kosong dan tangan hampa,” panjang lebar Nek Rosni menjelaskan.
“Kita ini Ahmadi, Nduk. Kalimat ‘cinta kasih pada semua tidak ada kebencian bagi siapa pun’ itu sudah seharusnya kita praktikan dalam kehidupan, bukan hanya semboyan pemanis bibir saja. Sering kita ucapkan tapi saat ada orang yang membutuhkan bantuan kita masih pilih-pilih. Ingat satu hal, Nduk, Allah itu Mahakaya, Maha Mencukupi,” lanjut Nek Rosni.
“Mungkin kalau orang lain melihat kita serba kekurangan, tapi Allah tahu kita masih mampu dan masih memberi kesempatan kepada kita untuk bisa membantu orang lain. Kita memang tidak punya kelebihan harta, tapi kita punya tubuh sehat yang membuat kita mudah melakukan ibadah. Itu jauh lebih berharga dari harta lainnya, itu bentuk kasih sayang Allah yang sebenarnya, Nduk. Tapi banyak orang yang mengingkari nikmat Tuhan itu,” Nek Rosni kembali menambahkan.
Fatimah tertegun. Tak bisa ia pungkiri, Nek Rosni dan keluarganya memang hidup dengan sangat sederhana bahkan jauh dari kata lebih. Namun, entah dari mana datangnya, segala kebutuhan tidak pernah kurang dan memang jarang sekali sakit. Bahkan, Nek Rosni nyaris tidak pernah memiliki riwayat menjalani perawatan di rumah sakit. Itulah bentuk kasih sayang Allah yang Nek Rosni rasakan.
Perjalanan hidup Nek Rosni menggambarkan betapa kuatnya pesan Rasulullah saw. untuk kita agar bisa menjaga rasa simpati, empati, dan kasih sayang. Sebagaimana sabda beliau, “Barangsiapa yang tidak menunjukkan belas kasihan kepada manusia, maka Allah tidak akan menunjukkan belas kasihan kepadanya.” [*]
Love for all hatred for none, sebuah motto indah yang ringan diucapkan, tapi akan sulit dipraktikkan dalam kehidupan jika kita belum memahami makna keikhlasan.
Referensi:
[*] HR. Bukhari
Visits: 63