CAR FREE DAY: JALAN HIDAYAH YANG TAK DISANGKA-SANGKA

Sebagai warga ibukota yang kadang jenuh dengan rutinitas, berolahraga atau sekedar jalan-jalan di kegiatan Car Free Day (CFD) bisa sedikit melepas penat. Hingga sebuah stand “book sale” menarik perhatian saya.

Saya pun tidak pernah menyangka bahwa perjalanan kerohanian saya dimulai di tempat ini. Tempat yang kebanyakan orang lebih memilihnya sebagai pelepas penat, tapi bagi saya, menjadi pembuka jalan hidayah menjadi seorang manusia yang lebih baik lagi.

Memang, hidayah datang dari tempat yang tidak disangka-sangka. Dan dari titik inilah kisah saya dimulai.

Ketika saya singgah di sebuah stand book sale murah. Saya tertarik dengan sebuah buku berjudul, Tafsir Surah Al-Baqarah Dalam Bahasa Sunda. Harganya super duper murah, cuma goceng untuk sebuah tafsir epik bahasa Sunda, bahasa kedua saya setelah Inggris. Eh maaf, Indonesia maksudnya.

Ketika mau membeli buku tersebut, saya lihat ada stempel tertuli “Jemaat Ahmadiyah Indonesia”. Fikiran saya pun lantas terbang kepada berbagai stigma yang lahir dan tumbuh berkembang tentang Ahmadiyah.

Saya pun mulai merasa “insecure”, dan secara alami reaktif terhadap iman saya, “Bukankah alirah Ahmadiyah sudah dibubarkan karena sesat?” Tanya saya kepada penjaga stand.

Penjaga stand menjawabnya sambil senyum, “Tidak dek, Ahmadiyah masih ada sampai sekarang, saya orang Ahmadiyah silahkan jika mau bertanya tentang Ahmadiyah.”

Saya tetap dalam kondisi siaga membentengi iman saya, tapi saya pun diliputi rasa keingintahuan tentang Ahmadiyah. Karena itu pertama kali saya bertemu dan berdiskusi langsung dengan orang Ahmadiyah.

Saya bertanya tentang dasar rukun Islam dan rukun Iman Ahmadiyah. Dan jawabannya sama seperti slam pada umumnya. Meskipun, dalam hati saya masih menaruh curiga.

Kalau mau tahu tentang Ahmadiyah lebih jelasnya adek datang aja ke masjid, ini kartu nama saya,” kata penjaga stand buku itu.

Ketika saya mau pulang saya dikasih buku lagi. Kata penjaga stand,Silahkan adek pilih buku mana aja gratis.”

Saya pun memilih buku yang judulnya “Ajaranku” karya Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. Meskipun, saya ragu dengan gelar “as” di belakangnya,

Dalam hati saya bergumam, “Jangan-jangan ini yang mengaku nabi palsu itu.”

Saya pun pulang. Di tempat kerja saya malah membaca buku Ajaranku, bukan buku yang saya beli, yakni Tafsir Surah Al-Baqarah Dalam Bahasa Sunda.

Setelah membacanya, saya kok malah tertarik dan penasaran tentang Ahmadiyah. Akhirnya, saya memutuskan untuk menghubungi si penjaga stand lewat chat di whatsapp.

Kita pun janjian di suatu malam. Ketemuan di masjid Ahmadiyah di Jakarta Pusat. Tapi, memang belum beruntung, saya malah salah masjid. Akhirnya, pertemuan pertama batal.

Lalu saya buat janji dengan penjaga stand buku itu. Hari minggu 11 maret 2017 saya akan cari lagi masjid Ahmadiyah di Jalan Balikpapan 1, Petojo Utara, Jakarta Pusat.

Hari itu menjadi hari yang benar-benar saya sakralkan hingga kini. Itulah titik balik dari kehidupan saya. Sebuah sejarah baru telah terpahat pada hari itu.

Akhirnya saya menemukan masjidnya. Rupanya, masalah tak berhenti disitu. Saya bingung mau masuk lewat mana. Karena gerbangnya tertutup saat itu. Dan bangunannya juga sedikit berbeda dari masjid pada umumnya.

Melihat saya kebingungan, ada seorang bapak-bapak yang bernama Zafrullah, yang biasa dipanggil Pak Apuy, membukakan pintu gerbang. Ia langsung bertanya, “Mau ketemu siapa dek?”

Saya pun langsung menunjukkan foto profil whatsapp penjaga stand buku itu. “Oh.. itu namanya Pak Muhtiar. Emang adek sudah janjian ketemu?” Kata Pak Apuy sambil menyalami saya dengan senyuman.

Sudah pak. Saya sudah janji mau ketemu hari ini, beberapa hari yang lalu saya beli buku di CFD lalu saya kontekan penasaran ingin tahu tentang Ahmadiyah,” saya pun menjawab.

Ya sudah ayo masuk dek,” Pak Apuy lantas mengajak saya ke dalam masjid.

Diajaklah saya masuk ke perpustakaan Abdussalam. Lalu, Pak Apuy menjelaskan sebagian kecil tentang Ahmadiyah.

Tak lama, ada seorang bapak-bapak masuk. Katanya, ia adalah Ketua Cabang Ahmdiyah Jakarta Pusat. Rupanya, ia sedang menyiapkan untuk saya kopi dan minuman dingin.

Sambil disalami, saya tidak percaya bahwa ia ketua cabang. Dalam hati saya berkata, Masa Ketua Cabang bikin minum sambil jongkok untuk tamu, harusnya kan marbot masjid.”

Baru dua orang Ahmadiyah, saya sudah demikian terkesan dengan cara mereka memperlakukan tamunya. Saya pun jadi tak sabar ingin mengetahui Ahmadiyah lebih dalam lagi.

Lalu Pak Muhtiar pun datang, tinggal berdua saya di perpustakaan itu. Pak Apuy dan Ketua Cabang keluar meninggalkan kami.

Disitulah saya puas bertanya panjang lebar, tentang kenabian, Imam Mahdi, Nabi Isa, Nizam Khilafat, dan lain sebagainya. Hingga terdengar suara adzan yang menyudahi diskusi kami.

Lalu Pak Muhtiar bicara, “Coba adek dengar apakah adzannya beda, nanti kita sholat berjamaah apakah ada perbedaan.”

Pas saya wudhu, saya sangat terkesan melihat tempat wudhu dan toiletnya yang super bersih.

Pas saya masuk masjid sudah banyak jamaah, padahal waktu saya masuk pagi masih sepi. Katanya sih ada rapat PB, ah saya ga tau rapat PB itu apa.

Lalu saya shalat berjamaah, ketika selesai salam shalat Zuhur, saya kaget kok iqomah lagi dan sholat lagi. Saya mau keluar gimana, karena saya di shaf kedua, sedangkan di belakang banyak jamaah juga. Ya sudah saya shalat berjamaah lagi tapi dengan hati bertanya-tanya ini sholat apa?

Setelah selesai saya kembali ke perpustakaan sambil dinyalakan TV dan dijelaskan Ahmadiyah itu punya TV namanya MTA mengudara selama 24 jam nonstop.

Tapi saya masih penasaran soal shalat dijamak tadi. Ini benar-benar mengganggu fikiran saya. Akhirnya saya bertanya, habis salam shalat Zuhur, shalat apalagi yang dikerjakan?

Jawabnya, Itu shalat Ashar tapi dijamak karena sedang ada rapat.”

Seumur hidup, saya baru melakukan shalat dijamak. Lalu saya bertanya kenapa kalau ada rapat dijamaak? Bukankah jamaak hanya untuk perjalanan jauh?

Di tengah-tenah obrolan, ada yang mengetuk pintu kemudian masuk. Lalu menyalami saya. Pak Muhtiar mengenalkan, “Ini adalah Sekretaris Tabligh Pusat, namanya Pak Abdul Rozaq.”

Pertanyaan-pertanyaan tadi dijawab tuntas oleh Pak Abdul Rozaq. Ia bilang ke saya, “Apalagi yang mau ditanyakan dek, mumpung saya disini.”

Lalu saya bertanya lagi, “Itu buku apa yang tebal,” sambil saya menunjuk ke sebuah buku. Rupanya, itu Al-Quran dengan tafsirnya.

Kemudian Pak Muhtiar membawakan Al-Quran itu, saya pun memeriksanya. Ternyata Al-Qurannya sama, hanya saja bismilahnya dihitung ayat pertama,

Setelah diskusi panjang lebar, saya bisa menyimpulkan bahwa Ahmadiyah itu sama seperti Islam pada umumnya. Hanya saja yang membedakan, Ahmadiyah sudah percaya dan mengimani bahwa Nabis Isa yang dijanjikan turun di akhir jaman dan Imam Mahdi sudah datang, berwujud dalam sosok Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as.

Selain itu juga Ahmadiyah mempunyai Khalifah atau pemimpin di seluruh dunia. Ahamdiyah merupakan suatu organisasi Islam yang sangat “termanagement” dengan baik.

Selain itu juga persaudaraan rohani di kalangan warga Ahmadiyah sangat kuat walaupun bukan saudara kandung.

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 sore lebih. Saya pun hendak pamit, lalu bertanya, “Bagaimana caranya untuk menjadi anggota ahmadiyah?”

Jawabnya singkat, Adek harus baiat dulu.”

Dalam hati saya berkata, “berbaiat sama siapa, saya kan sudah Islam dari lahir masa bai’at lagi?”

Lalu seorang anak muda berpeci tinggi yang belakangan saya tahu namanya Iffat membawakan form bai’at, dan selembar sepuluh syarat baiat. Saya baca dulu sepuluh syarat baiat.

Setelah membacanya, saya hanya bisa terdiam bersandar di kursi. Dari kesepuluh syaratnya, tak satupun yang telah saya amalkan. Saya merenung dan melihat diri saya sendiri, betapa saya tengah berada di dalam kubangan dosa dan kemunkaran.

Saya pun bergumam dalam hati, “Ternyata, begitu beratnya untuk menjadi seorang anggota Ahmadiyah.”

Beruntunglah saya bisa langsung bertanya Ahmdiyah langsung ke sumbernya, langsung ke orang Ahmadiyahnya.

Lalu saya putuskan untuk baiat sore itu.

Dan rupanya, bai’at hanya membaca kalimat-kalimat tidak berdosa ini. Kalau pun nanti kedepannya ada yang menyimpang dari ajaran Islam, ya tinggal keluar aja, pikirku.

Saya pun berbai’at di hadapan Bapak Mln. Mirajuddin Shd. Beliau adalah Raisut Tabligh yang membawahi seluruh mubaligh Ahmadiyah di Indonesia.

Dengan disaksikan beberapa orang dari aanggota Jemaat Ahmadiyah. Ketika membaca dua kalimat syahadat hati saya bergetar teringat dosa-dosa yang pernah saya lakukan. Rasanya belum pantas menjadi muslim karena tidak pernah ibadah bahkan lebih sering mengamalkan apa yang dilarah Allah.

Saya dipeluk penuh haru dan penuh kekeluargaan sambil diucapkan “Mubarak” pelukan itu layaknya keluarga sendiri, tidak ada batas orang lain. Seolah-olah, sepanjang hidup saya baru pertama kali mendapatkan pelukan hangat sebagai saudara rohani.

Baiat ini bagi saya, seperti berjalan di padang gersang. Kemudian bertemu dengan sumber mata air yg sejuk. Lalu saya meminumnya dengan penuh kelegaan. Serta memakan buah-buahan yang manis. Setelah itu melanjutkan perjalanan panjang lagi dengan membawa bekal air dan buah-buahan tadi.

Bekal air dan buah disini saya artikan sebagai ilmu atau ajaran Allah Ta’ala melalui Khilafat Ahmadiyah.

Begitu banyak karunia yang Allah Ta’ala berikan kepada saya. Perubahan rohani menjadi seorang pribadi yang lebih baik lagi mulai saya rasakan. Hidup jadi demikian berarti. Dan merasa mempunyai tujuan dalam hidup ini.

Dan, apalagi perubahan dari sisi ekonomi. Saya sangat-sangat merasakan perubahannya. Ada saja pertolongan Allah Ta’ala kepada saya. Bahkan saya bisa terbebas dari jeratan riba, yang sebelumnya saya sudah menyerah, tapi entah mengapa, Allah Ta’ala menyelamatkan saya.

Tentu, iman pasti akan diuji. Dan ujian datang silih berganti. Tapi dengan karunia-Nya, saya bisa hadapi satu persatu.

Kini, dengan karunia-Nya, istri saya, ibu saya, almarhum bapak saya, adik saya, keponakan saya sudah bai’at masuk ke dalam bahtera Imam Mahdi ini. Tinggal kakak saya yang belum baiat. Mohon doanya semoga semua keluarga saya bisa bergabung ke dalam Jemaat Ahmadiyah ini.

Mungkin di tulisan selanjutnya saya akan menceritakan tentang kehidupan saya sesudah baiat, keajaiban, pertolongan, pengabulan doa, pertablighan keluarga, ujian setelah baiat, dan perubahan ekonomi setelah saya melakukan pengorbanan harta.

Saya akan mencoba menuliskan semuanya di tulisan-tulisan saya berikutnya. Mudah-mudahan ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi untuk kita semua.

Stand Book Sale Ahmadiyah Jakarta Utara
Stand Book Sale Ahmadiyah Jakarta Utara

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 174

Doiman Silaga

11 thoughts on “CAR FREE DAY: JALAN HIDAYAH YANG TAK DISANGKA-SANGKA

  1. Masha Allah… Ditunggu Utk kisah selanjutnya pengalaman sebagai Mubayyin yang tak kalah seru.

  2. Masha Allah, luar biasa. Anda adalah sebuah pembuktian kebenaran ayat Al-Qur’an yang berbunyi, Wallahuu Yahdiy may-yasyaa-u” (Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Mubarak atas baiat Anda ke dalam Jamaah Ilahi ini. Semoga semakin maju dan semakin sukses. Aamiin.

  3. Kisah yang sangat bagus untuk diambil hikmahnya bagi orang2 yg masih menganggap Ahmadiyah bukan Islam.

  4. Masya Allah.. Masya Allah.. Masya Allah.. Semoga kakaknya dengan karunia Allah swt. Tak lama lagi akan bersama dalam Bahtera Ahmadiyah.. Insya Allah

  5. Mubarak so Mubarak ! Kelahiran anda yg kedua ini akan membawa kebahagiaan dunia & akhirat anda, isteri dan semua anakcucu anda. Semoga Allah Ta’ala melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kpd klwrga anda untuk selama-lamanya. Amiin Allahumma Amiin !!!

  6. Ya elah! Ane jadi mewek nih. Beneran–maa syaa’ Allaah! Untung kebangun ya dini hari gini baca ceritanya dan yang editornya PaMub Nurdin lagi. Keren!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories