I’TIKAF JALAN HENING MENUJU KEMENANGAN
Tidak terasa, hari-hari ini kita telah memasuki 10 hari terakhir di bulan suci Ramadhan. Di sepuluh hari terakhir ini Allah Ta’ala menjanjikan “keterselamatan dari api neraka” kepada siapa saja yang berusaha mencarinya.
Dalam sepuluh hari ini terakhir inilah terdapat satu amalan yang sering umat Islam lakukan, yakni i’tikaf. Ia merupakan satu hal yang istimewa dalam perjalanan ramadhan kita. Dikatakan istimewa karena taufik untuk menjalani tak setiap orang bisa dapatkan.
I’tikaf secara bahasa memiliki arti terkurung atau tinggal di suatu tempat. Dalam istilah Islam adalah tinggal di mesjid sambil berpuasa dengan niat ibadah. Jadi selama sepuluh hari seorang mu’takif berdiam diri di masjid. Fokus menjalani puasa juga ibadah-ibadah lainnya tanpa terganggu dengan urusan-urusan duniawi.
Dalam sejarah, I’tikaf telah telah ada pada masa pra-Islam. Salah satu yang telah mencontohkan praktik i’tikaf adalah Maryam ibunda Nabi Isa as.
Kalau i’tikaf disebut istimewa, lalu dimana letak keistimewaannya itu?
Filosofi i’tikaf seperti metamorfosis kupu-kupu. Berawal dari ulat yang dipanjang jijik. Lalu menjadi kepompong. Berpuasa dan berdiam diri selama seminggu. Lalu lahirlah kupu-kupu yang cantik jelita.
I’tikaf pun demikian. Berdiam diri di masjid. Meninggalkan semua urusan duniawi. Fokus pada amal ibadah dan memperbanyak evaluasi diri dengan istighfar. Memperbanyak bersimpuh di hadirat-Nya. Memohonkan kasih dan sayang-Nya atas diri yang selalu kalah memperjuangkan perintah-Nya. Hingga kita pada akhirnya “seolah” menjadi terlahir kembali.
Sebelum mendakwakan diri sebagai utusan Ilahi, Rasulullah Saw biasa berkhalwat di gua Hira selama beberapa waktu. Beliau meninggalkan hiruk-pikuk dunia. Banyak-banyak bersujud dan berdoa di hadirat-Nya. Menumpahkan segala kecintaannya dalam keheningan. Hingga Allah Ta’ala berkenan menurunkan satu karunia akbar untuk seluruh umat manusia berupa diturunkannya Alquran.
I’tikaf membawa sebuah pesan penting untuk tiap ramadhan yang kita jalani. Ya, pesan perubahan. Perubahan yang membuat kita menjadi seorang pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Tentu perubahan yang bersemayam dalam hening. Bukan dalam bayang-bayang puji dan sangka manusia. Sebab, ganjaran terbesar puasa dalah Dia. Cinta-Nya, kasih-Nya, ampunan-Nya, juga keterselamatan dari neraka-Nya.
Taufik untuk beri’tikaf tidak mudah. Tapi spiritnya dapat kita tegakkan dimanapun kita berada. Di rumah, di tempat kerja bahkan di pusat-pusat belanja yang spirit tersebut tengah terkubur.
Hawa nafsu mengekang nurani kita. Membuat kita justru malah sibuk dalam hiruk-pikuk duniawi. Dimana pandemi sedang mencari celah untuk menerkam kita, saat kita tengah tidak waspada dan mulai mencoba bergelut dengan pandemi itu sendiri.
Semoga kita semua dapat memanfaatkan sepuluh hari terakhir ini untuk melakukan berbagai amal ibadah sehingga kita dapat menuju hari raya dan hari kemenangan nanti dengan kembali kepada fitrah. Dan tentunya diiringi perubahan suci dalam diri kita.
.
.
.
editor: Muhammad Nurdin
Visits: 391