
MENJADI PEOPLE PLEASER, BAIKKAH?
Mungkin banyak orang yang tidak menyadari bahwa dirinya selalu memprioritaskan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Hal ini terjadi hanya karena salah memframing tentang seperti apa definisi orang baik itu. Dia cenderung melakukan apa saja agar lingkungan disekitarnya melihat dia adalah orang penting yang mampu diandalkan atau banyak berkontribusi terhadap kehidupan orang lain.
Biasanya kebiasaan ini disebut people pleaser. Mereka bergerak karena daya dorong untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain lewat bersikap sesuai atau bahkan lebih dari standar ekspektasi orang-orang di lingkungannya.
Mungkin jika dilihat sekilas habit ini tidak terlalu buruk, namun sebenarnya banyak sekali feed back yang justru negative untuk dirinya sendiri. Antara lain:
1. Menutupi kenyataan yang buruk dengan kebohongan
Hanya karena ingin dianggap menyenangkan banyak orang, people pleaser ini justru menutupi kenyataan yang buruk dengan kebohongan. Tujuannya hanya agar orang lain yang mendengar ucapannya merasa senang dan memberikan pandangan baik terhadapnya.
Padahal jauh didalam pikirannya dia tahu betul apa yang diucapkannya berlebihan bahkan berbanding terbalik. Dan bila dibiarkan, kebohongan ini akan berubah menjadi suatu kebiasaan dan hal yang lumrah baginya untuk menarik respect dari orang lain.
2. Menjadi pribadi yang bermuka dua
Untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, para people pleaser mengiyakan apapun yang diucapkan orang lain walaupun itu berseberangan dengan apa yang dia yakini, hingga tidak jarang mereka berubah menjadi pribadi yang bermuka dua. Di depan orang lain dia mengatakan apa yang orang lain ingin dan di belakang orang lain mereka justru mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka yakini.
3. Haus akan pujian
Seorang people pleaser hidup dari pengakuan orang lain. Mereka akan merasa aman dan percaya diri ketika orang lain memuji dan mendapatkan pembenaran dari orang lain. Oleh sebab itu mereka banyak melakukan sesuatu bukan didasari karena kebutuhan mereka melainkan pandangan orang lain. Dengan kata lain mereka mengesampingkan dirinya sendiri.
4. Tidak dapat mengekspresikan emosinya
Karena ingin selalu memberikan vibe positif, biasanya para people pleaser cenderung mampu memanipulasi emosinya dengan senyuman. Mereka akan selalu memvalidasi orang lain dengan sikap setuju, dan menghindari kata tidak. Menjadi terlihat sempurna adalah tujuan utama.
5. Sulit bersyukur terhadap setiap pencapaian
Tanpa disadari mereka selalu merasa tidak cukup dengan apa yang sudah dicapai dan justru selalu merasa kurang atau satu level di bawah orang lain. Hal itu karena mereka selalu memprioritaskan orang lain dan jarang mengapresiasi diri sendiri atau dengan kata lain mereka mengesampingkan dirinya sendiri walaupun segala pencapaiannya melewati kerja keras.
Tentu menjadi serang people pleaser itu sangatlah melelahkan, berusaha untuk terus memenuhi ekpektasi orang lain hingga melupakan hal-hal mendasar dan bahkan melupakan dampak negative yang dihasilkan. Mereka melupakan esensi bahwa hidup bukan tentang mengeratkan hubungan dengan sesama manusia saja namun yang terpenting adalah dengan Tuhannya. Salah kaprah ini justru membuat manusia ini kehilangan jati dirinya dan menjauh dari Rabb-nya.
Di sisi lain, membahagiakan orang lain bukanlah tanggung jawab utama kita. Sebenarnya kebahagiaan seseorang adalah tanggung jawab masing-masing. Setiap orang memiliki cara pandangnya sendiri soal bagaimana dia membahagiakan dirinya sendiri dan konsekuensi apa yang harus dia lalui untuk mencapai kebahagian tersebut. Jangan menjadikan kebahagiaan orang lain beban untuk kita. Jangan melupakan tugas utama manusia sebagai hamba Tuhan.
“Engkau takkan mampu menyenangkan semua orang. Kerana itu, cukup bagimu memperbaiki hubunganmu dengan Allah, dan jangan terlalu peduli dengan penilaian manusia“ – Imam Syafi’i
Visits: 1231