Sahabat Sejati Pembawa Kelembutan Hati

Alkisah dua orang sahabat, sebut saja Tiara dan Aliya. Mereka bertemu karena kegiatan majelis taklim yang ada di salah satu kota besar. Karena sering bertemu maka tak sungkan untuk mengutarakan semua isi hati. Tak ada rahasia diantara mereka.

Lama berselang mereka terpisah jarak dan waktu tanpa tahu kabar keduanya. Hilang kontak. Kabar terakhir yang terdengar, Tiara telah menikah lalu diboyong suaminya.

Dua puluh lima tahun berselang, ternyata Aliya pindah ke kota yang tidak jauh dari tempat Tiara berada. Pertemuan yang penuh haru biru mereka rasakan. Rasa tak percaya sambil erat berpelukan mengutarakan semua rasa.

Semua keluhan lepas bagai bendungan yang terkena ledakan dinamit. Semua meluncur tak ada lagi yang tersisa. Aliya mendengar dengan penuh setia, semua ucapannya tak ada yang dia bantah hingga Tiara terdiam. Mungkin kekesalan di hati Tiara sudah keluar semua.

Tatapan Aliya pada sahabatnya begitu menghangatkan seakan beban selama hampir 25 tahun hilang sirna dengan pertemuan yang tidak disengaja. Raut wajah cerah terpancar pertanda beban yang selama ini menghimpitnya mulai pudar. Aliya bersyukur karena Tiara sudah ceria kembali.

Nasehat Aliya pada Tiara bisa jadi menjadi charge buat Tiara. Ya, memang seperti itulah keadaan sahabat sejati. Seperti ungkapan dalam sebuah hadis, “Sahabat yang menunjukkan kebaikan kepada kamu, adalah sahabat yang baik. Dan sahabat yang menunjukkan kesalahan kamu adalah sahabat yang paling baik.” (HR. Muslim)

Dewasa ini dunia medsos sudah demikian pesat perkembangannya. Banyak kebaikan darinya, tapi tak sedikit keburukan yang diakibatkannya. Medsos seolah-olah sudah menjadi sahabat sejati tempat mencurahkan isi hati. Segala keluh kesah tumpah di sana yang berbuah komentar netizen. Bila tak bijak menanggapi, segala keburukan akan beranak pinak karenanya.

Sahabat sejati memang sulit dicari, tapi bukan berarti dia tak ada. Sahabat sejati adalah sahabat yang selalu membawa kepada jalan Tuhan, selalu mengingatkan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Dia pandai menutupi aib serta pendengar yang baik.

Karena kita telah diberikan Allah Swt. dua telinga dan satu mulut, maka sudah selayaknya kita banyak mendengar daripada berbicara. Membicarakan aib sahabat artinya meneruskan busur panah yang dilepaskan musuh pada orang lain, sudah pasti itu akan membuatnya terluka bahkan bisa membunuhnya.

Tak sedikit karena kurang amanahnya sahabat menyebabkan sahabatnya celaka. Cerita yang seharusnya hanya selesai di dirinya diceritakan kembali pada orang lain. Tak cukup hanya satu dua orang, bahkan ceritanya menjadi rahasia umum. Kalau sudah demikian maka keharmonisan persahabatan runtuh seketika. Apa salahnya bila semua cerita yang diceritakan hanya cukup sampai di diri kita saja? Bukankah Allah mencintai hamba-Nya yang menutupi aib orang lain?

Lebih bijak kalau kita menjadi sahabat yang saling menasehati dalam kebaikan dan saling menasehati dalam kesabaran seperti yang dituturkan Al-Qur’an dalam surat Al-‘Asr 103: 4, “Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh dan saling menasehati satu sama lain mengenai kebenaran dan saling menasehati mengenai kesabaran. Supaya jauh dari menjadi orang yang menderita kerugian.”

Akhirnya kita akan menyadari bahwa tiada sahabat yang paling setia dan sejati selain Allah Swt. Ayat terakhir surat Al-Baqarah menyadarkan kita bahwa hanya Allah-lah yang akan selalu menjadi sahabat sejati tempat kita memohon perlindungan, memohon kasih sayang tempat mencurahkan segala keluh kesah tanpa takut Dia akan menceritakan pada siapapun. Alangkah damainya dunia bila kita bisa menjadi penjelmaan sifat-Nya, salah satunya menjadi sahabat sejati.

Visits: 77

Erah Sahiba

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *