Pertolongan Khas-Nya Saat Mengutamakan Pengorbanan Harta

Berikut ini adalah kisah nyata saya. Sebuah kisah yang saya menganggapnya sebagai sebuah keajaiban yang Allah Ta’ala zahirkan karena mengutamakan pengorbanan harta di jalan Allah.

Kejadian itu terjadi di tahun 2007. Mubaligh yang bertugas di cabang saya, yakni Jemaat Pegelaran, Lampung, adalah Mln. Nasir Ahmad. Saat itu bertepatan dengan waktu untuk membayar pengorbanan (candah). Malangnya, saya belum memiliki sepeser pun uang untuk membayarnya.

Datanglah Ibu Mubaligh ke rumah dan bertanya, “Bi Narsih, sekarang sudah tanggal bayar candah, bibi sudah bayar belum?”

Saya menjawab, “Ya Allah bu, gimana ya, saya belum punya uang, suami juga belum datang. Suami masih merantau kerja asongan di Pelabuhan Bakauheuni yang pulang 2 bulan sekali.”

Ibu Mubaligh bertanya lagi yang dengan pertanyaan itu mulai menyadarkan saya. Ia bertanya, apakah saya masih bisa makan? Saya menjawab bahwa saya masih bisa makan. Lalu Ibu Mubaligh menyarankan, jika ibu masih makan, jual beras ibu ke saya, nanti uang yang didapat bisa untuk membayar candah.

Setelah Ibu Mubaligh pulang, saya langsung memeriksa wadah beras. Tubuh saya terasa lemas melihatnya. Saya pun tak kuasa menahan tangis. Air mata menjadi saksi betapa iman saya tengah diuji pada dua pilihan yang teramat berat. Menjemput ridha Allah Ta’ala melalui pengorbanan harta di jalan-Nya atau mengisi perut kami sekeluarga.

Saya pun berkata kepada anak saya yang waktu itu baru berumur setahun, “Ya Allah nak, gimana mau bayar candah pakai beras. Beras kita aja cuma 2 gelas lagi.”

Rupanya, perkataan saya didengar oleh ibu saya. Dengan tegas dan penuh keyakinan ibu langsung berucap dalam bahasa Lampung, “Dang khabai sih lamun-lamun berdoa mudah-mudahan Allah ngeni jalan pakai bayar candah.”

Yang artinya, “Jalan takut, banyak-banyak berdoa semoga Allah memberi jalan untuk membayar candah.”

Meski demikian, hati saya masih diliputi perasaan khawatir yang tak berkesudahan. Tapi saya berusaha membulatkan tekad dan keyakinan bahwa Allah pasti akan membukakan jalan.

Esoknya. Sekitar jam 6 pagi. Ada seorang bapak mengetuk pintu. Setelah mengucapkan salam, saya langsung bertanya tentang keperluannya datang. Rupanya, ia mau bayar utang. Bapak itu menyodorkan uang 30 ribu rupiah ke saya.

Saya masih diliputi kebingungan. Utang apa ini, tanya saya dalam hati. Tapi saya langsung terima uang tersebut dan bapak itu pun berlalu.

Setelah bapak itu pergi, saya tak kuasa untuk tidak mengucapkan syukur alhamdulillah atas pertolongan Allah Ta’ala yang tidak disangka-sangka ini. Saya sampaikan ke ibu saya, “Mak, alhamdulillah, buat bayar candah uangnya sudah ada. Tapi kita bayarin 20 ribu aja yah, 10 ribunya buat belanja.”

Mendengar pembagian tersebut, ibu saya langsung menjawab dengan nada tinggi sambil membentak saya, “Jangan! Bayarin semua uang itu untuk candah. Jangan dikurangi. Ingat Firman Allah Ta’ala, kalau kita berkorban di jalan Allah dengan ikhlas, maka Allah akan melipat-gandakan rezeki kita. Jadi jangan takut kalau kita mau bayar candah.”

Kata-kata itu demikian menyendak batin dan nurani saya. Saya pun langsung ke rumah juru pungut candah dan menyerahkan uang 30 ribu itu untuk candah saya dan ibu saya. Lalu saya pulang dengan perasaan yang demikian melegakan.

Di tengah jalan. Saya berpikir nanti makan dengan lauk apa? Saya merasa kasihan dengan si buah hati yang harus makan nasi dengan garam. Tapi candah menguatkan saya untuk bersabar menghadapinya.

Tak lama setelah sampai di rumah. Bibi saya datang berkunjung. Ia terlihat membawa 5 kilogram beras, bumbu dapur, sayuran, gula, dan kopi. Bibi berkata, “Ini bagi-bagi rezeki.”

Seketika perasaan haru menyesaki relung hati saya. Membuat saya menangis dan langsung memeluk ibu saya sambil terisak-isak. “Ya Allah, apa yang mak katakan memang benar, uang candah yang sudah dibayarkan 30 rupiah itu, Allah Ta’ala langsung menggantinya dengan berkali-kali lipat,” ucap saya kepada ibu saya.

Hingga saat ini. Hingga saat ibu saya pun sudah tiada. Saya selalu memegang teguh prinsip luhur yang dipegang oleh ibu saya. Yang membuat saya tidak pernah telat apalagi sampai tidak membayar pengorbanan.
.
.
.
Penulis: Sunarsih
Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 324

Sunarsih

1 thought on “Pertolongan Khas-Nya Saat Mengutamakan Pengorbanan Harta

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Categories