Seberkas Cahaya di Pelosok Papua

Setelah perjalanan panjang yang cukup melelahkan, kita akan tiba di kampung yang begitu sunyi seolah tak berpenghuni. Rumah penduduk tampak satu dua dengan jarak berjauhan. Kondisi jalan yang penuh lumpur coklat, licin dan lengket, sinyal pun enggan bertandang membuat desa ini ditinggal separuh lebih penduduknya.

Di desa kecil yang sama sekali belum tersentuh aspal ini hiduplah seorang guru, pejuang pendidikan yang mengajar Matematika dan IPA di sebuah sekolah negeri pedalaman Papua. Warga memanggilnya, Rahma. Menjadi pendidik dengan kondisi yang serba kekurangan sarana prasarana serta kondisi jalan yang selalu penuh rintangan bukan suatu hal yang mudah dan tidak semua orang mampu menjalaninya.

Pagi ini hujan turun membasahi bumi, sudah bisa terbayang bagaimana susahnya medan jalan yang harus dilalui. 

“Neng, hujan begitu derasnya, jalan sudah pasti licin bahkan juga banjir. Apa Neng akan tetap berangkat sekolah?” tanya suami Rahma. 

“Iya. Kasihan anak-anak, karena pasti salah satu dari mereka ada yang datang,” jawab Rahma menegaskan.

“Paling juga anak-anak malas datang. Uang gajimu juga ndak seberapa, bensin aja masih minta,” jawab suaminya meledek setengah bercanda. 

Rahma hanya tersenyum, candaan suaminya sudah menjadi hal biasa baginya. Derasnya hujan tidak Rahma hiraukan. Alat tempur perlengkapan perjalanan mantel, sepatu bot, baju ganti sudah menjadi barang bawaan wajib.

Masuk kubangan lumpur yang dalam sudah menjadi makanan harian, mandi keringat menjadi pelengkap. Beruntung kali ini ada yang membersamai perjalanannya, saling bantu angkat motor ketika terbenam lumpur.

Tepat jam 8 Rahma sampai di sekolah. Suasana masih sepi, hanya terlihat satu dua siswa. Hari ini hanya 7 siswa yang hadir dari 15 siswa di kelasnya. Jumlah keseluruhan ada 36 siswa untuk tingkat SMP. 

Saat pertama mengajar, anak-anak datang secara bergiliran. Pelan dan pasti apa yang Rahma sampaikan mengena di hati mereka. Pola pikir anak-anak mulai berubah. Rahma selalu menekankan kalau belajar adalah bekal kehidupan, mereka harus lebih maju, lebih pandai dan menjadi orang yang bermanfaat untuk bangsa ini. Banyak motivasi yang selalu Rahma berikan, membuat mereka semangat mengikuti pelajaran.

Pertama kali mengajar mereka, Rahma belum mengetahui secara pasti bagaimana sifat murid di sini. Sedikit jumlahnya serta berasal dari beberapa suku yang berbeda dan sangat beragam. Pernah suatu hari ada guru menghukum mereka keluar kelas ketika tidak mengerjakan PR, esoknya siswa-siswa itu kompak satu kelas tidak mengerjakan, supaya bisa keluar kelas tanpa mengikuti pelajaran.

Memberikan pujian, membangkitkan rasa percaya diri anak-anak bahwa mereka hebat, dan tak jarang berbagi jajan dan hadiah untuk mereka merupakan cara pendekatan yang begitu memikat. Hal ini mampu membuka mata hati anak-anak, bahkan Rahma menjadi sosok guru yang selalu dinantikan kehadirannya di sekolah. Saat harus izin tidak masuk sekolah, perwakilan siswa akan datang menjenguk untuk mengetahui mengapa tidak datang ke sekolah. Kedekatan antara guru dan siswa sangat terjalin dengan sangat baik. 

Terkadang rasa jenuh dan ingin menyerah hadir di benak Rahma. Melihat gaji yang tidak seberapa, medan yang harus dilalui, rasa khawatir dengan keamanan karena jalan yang dilalui cukup sepi menambah rasa galau yang selalu menghantui. Namun, melihat keceriaan senyuman dan harapan anak-anak muridnya kembali membangkitkan semangat Rahma. 

Baginya mengajar adalah panggilan jiwa kepuasan hati yang tidak bisa diukur dengan materi. Bukankah sebaik-baik manusia yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain? Seumpama lilin yang mampu membakar dirinya untuk menjadi penerang. 

Kavita Ramdas menyampaikan, “Kita membutuhkan wanita yang begitu kuat sehingga mereka bisa lembut, begitu berpendidikan mereka bisa rendah hati, begitu galak mereka bisa berbelas kasih, begitu bersemangat mereka bisa rasional, dan begitu disiplin mereka bisa bebas.”

Rahma memiliki pribadi yang kuat, mampu dihadapkan pada situasi yang terkadang orang tak mampu bahkan seandainya dihadapkan pada posisinya pasti akan mengundurkan diri dan menangis setiap hari. Rahma menyadari Allah memberikan semua karunia ini karena dia bisa melewati. Bagi Papua, Rahma memiliki bekal pendidikan dan pengalaman mengajar yang mumpuni. Di sekolah maupunhal ini bisa diaplikasikan namun tidak membuatnya jumawa, dia masih selalu terus mengasah potensi dirinya.

Rahma mampu membawa diri untuk menemukan pola mengajar yang memberikan kenyamanan sampai kehadirannya selalu dinantikan. Rahma memiliki rasa empati dan disiplin yang tinggi. Cuaca bagaimanapun tidak menyurutkan langkahnya untuk selalu hadir di sekolah, karena dia berpikir jangan sampai muridnya datang dan menunggunya.

Rahma berharap perjuangan kecilnya dapat menjadi kenangan manis, tanaman kebaikan pada muridnya akan menjadi pahala jariyah ilmu yang bermanfaat. Selalu menebar kebaikan dalam segala keadaan, karena ketika kita tiada, maka kebaikan kitalah yang senantiasa terkenang.

 

 

Visits: 38

Endah Fitri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *