WAWANCARA BERSAMA ANAK BERBAKAT SITARA BROOJ AKBAR (Bagian 1)
Penerjemah: Renna Aisyah
Sitara Brooj Akbar mewujudkan gelarnya sebagai bintang akademis yang merampungkan O level (sertifikat umum pendidikan) pertamanya pada usia 9 tahun dan kemudian merampungkan A level-nya (kualifikasi internasional dengan materi kuliah setara tingkat tahun pertama dan kedua) pada usia 13 tahun. Dia telah mencetak berbagai rekor dunia dalam bidang pendidikan, dan ia merupakan peraih medali emas yang diserahkan oleh Presiden Pakistan dan menerima penghargaan sebagai Anak Berbakat dari Perdana Menteri Pakistan. Semua ini ia raih bermula dari sebuah desa yang sederhana di Provinsi Punjab, Pakistan. Ia juga meraih skor tertinggi 9 dalam International English Language Testing System (IELTS) dan meraih rekor dunia tersebut pada usia yang termuda (15). Dia merupakan Duta Muda untuk Pakistan Youth Forum (PYF) di Dubai.
Munavar Ghauri (MG), Editor dari Bagian Wanita untuk The Review of Religions, mendapatkan kesempatan untuk mewawancarai Sitara Brooj Akbar (SA) dan belajar sesuatu tentang karir akademisnya yang berjaya, yang hanya dapat dikalahkan oleh semangat filantropis Sitara sendiri.
MG: Anda menyelesaikan 5 tingkat O levels pada usia 11 tahun. Bagaimana hal ini bisa terjadi?
SA: Ketika saya masih muda, kakek saya yaitu Muhammad Aslam Nasir—merupakan kepala sekolah di sebuah sekolah negeri—sering menceritakan kepada saya mengenai orang-orang hebat yang mampu mengubah dunia seperti Tuan Zafrullah Khan, Dr. Abdus Salam dan Marie Curie. Beliau selalu mengingatkan saya bagaimana berharganya waktu yang diberikan kepada setiap orang dan menggunakannya dengan cara yang paling bertanggung jawab. Kakek saya selalu mengatakan kepada saya untuk memahami konsep dibandingkan hanya menghafal karena begitulah ilmu yang sejati datang. Ibu saya, yang juga merupakan seorang guru, mengajar pada malam hari setelah pulang dari sekolah. Beliau mulai mengajari saya bersama murid-muridnya dan menyadari bahwa mata pelajaran favorit saya adalah fisika, dan saya memberikan O Level pertama saya pada usia 9 tahun yang merupakan awal perjalanan saya.
MG: Apakah hasrat Anda mempelajari sesuatu merupakan hal yang orang tua Anda tanamkan atau ini merupakan sesuatu yang melekat pada sifat Anda?
SA: Saya selalu senang mendapatkan ilmu sebanyak yang saya mampu dari mana pun atau bagaimana pun ilmu itu datang. Sejak saya belajar membaca, kedua orang tua saya harus membeli buku dalam jumlah yang banyak di dalam karung setiap minggunya untuk memenuhi keinginan saya. Demi hal itu, saya percaya bahwa yang terjadi justru sebaliknya. Justru saya yang menekan orang tua saya untuk mendapatkan lebih banyak buku dan mengatur sumber pendapatan sehingga saya mampu memuaskan dahaga saya terhadap ilmu pengetahuan. Saya telah melihat dan mengalami perasaan yang dirasakan seorang anak kecil yang bangun pagi hari untuk berangkat ke sekolah, kemudian menangis tersedu-sedu karena hal itu. Sebaliknya, saya tidak perlu mengalami semua hal ini sebagai individu yang belajar secara otodidak.
MG: Sitara, ketika belajar untuk O level Anda di usia 10/11, bagaimana rasanya berinteraksi dan belajar bersama siswa yang usianya lebih tua darimu, biasanya siswa O level berusia 15/16 tahun?
SA: Rasanya selalu menyenangkan bisa belajar dari orang-orang yang telah menempuh langkah tersebut sebelum Anda. Dan dalam hal ini, saya merasa beruntung untuk mendapatkan kesempatan di dalam hidup saya belajar dengan memperhatikan orang-orang di atas saya. Mereka yang usianya tidak terpaut jauh dari usia saya dapat memberikan pengertian kepada saya dan mendukung ketika kami melewati kesalahan dan dinamika pembelajaran bersama-sama. Namun rekan-rekan seusia kami jarang memiliki kebijaksanaan yang berasal dari pengalaman. Jadi, mengikuti ajaran Islam, yakni mendengarkan dan mengikuti orang yang lebih tua adalah landasan dalam perjalanan saya.
MG: Jelas sekali, Anda dianugerahi kecerdasan yang luar biasa. Bagaimana reaksi teman kelas Anda yang berusia 11 tahun terhadap pencapaian Anda dan liputan nasional atas pencapaian akademis Anda?
SA: Allah Swt. menciptakan setiap anak cerdas. Saya telah mengatakan bahwa semua anak diberkahi namun beberapa dari kita telah membuka ‘paket’ kita lebih awal dibandingkan yang lain. Bagaimana dan apakah kita menggunakan aset yang kita miliki bergantung pada kesempatan dan motivasi untuk melakukannya. Sejujurnya saya tidak memiliki banyak hal di sekolah untuk dibanggakan. Pada titik itu saya berada di peringkat terbawah di kelas saya sebelum melanjutkan untuk memberikan IGCSE saya. Dan ini sangat mengejutkan bagi mereka, juga bagi saya! Karena saya masih sangat muda saat itu dan sudah bersekolah di rumah, saya tidak mengingat banyak hal tetapi saya tidak pernah menganggap pencapaian ini adalah milik saya, melainkan sesuatu yang saya yakini dapat terwujud berkat dukungan semua orang di sekitar saya dan semoga saja kebahagiaan tersebut tersebar dengan baik.
Visits: 28