BERKAT KHILAFAT DAN PENGABULAN DOA YANG DAHSYAT

Dua bulan yang lalu, seminggu setelah dikabarkan tentang ancaman wabah virus Corona di Indonesia. Saya mendapatkan kabar dari kakak sepupu bahwa bapak sedang sakit. Dan meminta saya untuk menelponnya.

Tidak menunda lama, langsung saya telpon dan menanyakan kabar disana.

“Assalamualaikum… Kenapa bapak mak?”

“Bapak sakit nyi, tapi tidak seperti biasanya.”

“Keluhan yang dirasakan bagaimana?”

“Demam, sakit kepala, batuk-batuk dan sesak napas. Kata orang-orang disini bilang seperti gejala corona.” Emak mulai menunjukkan kecemasannya.

“Udah berobat mak?”

“Udah sama Pak Ari.” Pak Ari adalah mantri yang tugas di puskesmas , tinggal satu kampung yang rumahnya tidak begitu jauh dari tempat tinggal orang tua.

“Kata Pak Ari gimana, bapak teh sakit apa?”

“Kalau kata Pak Ari bapak teh sakit tipes. Kalau bisa nyai pulang dulu, mumpung anak-anak libur.”

“Iya mak nanti saya ngobrol dulu sama bapaknya anak-anak. Emak yang tenang dulu, nanti saya telpon lagi. Assalamualaikum!”

Kondisi bapak saya sampaikan ke suami dan mengutarakan keinginan saya untuk pulang kampung.
Namun suami hanya terdiam, tidak mengatakan iya atau jangan pada saat itu, seperti dilanda kebingungan.

Kemudian ketika duduk-duduk santai baru berbicara.

“Gimana ya… Bukannya saya tidak mengizinkan kamu pulang, tapi kondisi dunia seperti ini sekarang, bahkan sudah ada edaran dari Bapak Amir dan Pemerintah untuk tidak kemana mana. Mungkin kalau masalah dana kesana kita bisa minjem dulu. Tapi kalau nanti di jalan ada apa-apa… Itu yang saya hawatirkan. Dan saya juga sudah menghubungi Pak Amir untuk menanyakan hal ini. Kata beliau berdoa saja.”

“Gimana atuh si Emak lagi membutuhkan saya!”

“Kita berdo’a saja semoga bapak diberikan kesehatan.”

Saya berusaha menerima kenyataan bahwa saya sepertinya tidak bisa pulang walau hati gundah gulana, resah gelisah, kepikiran sama orangtua di kampung.

Saya sampaikan hal ini kepada orangtua. Mereka berusaha untuk memaklumi kondisinya. Namun semakin hari kondisi bapak semakin parah, sudah bolak balik berobat ke dokter belum juga ada kemajuan.

Badan bapak semakin kurus, dan emak pun semakin putus asa dengan kondisi bapak. Itu yang diceritakan emak lewat ponselnya setiap kali saya telpon.

Ada kepikiran saya harus maksain pulang sendiri tanpa anak-anak karena kalau anak-anak saya bawa, sama saja saya menempatkan anak-anak dalam situasi yang berbahaya.

Tapi, pikiran itu akhirnya pupus juga. Karena tidak mungkin juga meninggalkan anak-anak. Mereka akan lebih sedih lagi.

Kondisi bapak yang semakin parah, membuat hati saya semakin gundah. Saat itu pandemi juga makin merajalela. Aturan makin diperketat yang membuat keinginan untuk pulang makin mustahil.

Emak nelpon lagi,”Nyi bapak teh sekarang tidak bisa buang air kecil semalaman bapak jerit-jerit kesakitan”

Bapak mau dibawa ke Rumah Sakit, tapi melihat kondisi tidak memungkinkan akhirnya dibawalah ke klinik terdekat, agar bisa segera tertolong. Bapak langsung dipasangkan kateter agar bisa segera buang air kecil.

Namun. Kondisinya semakin parah, bahkan saluran kencingnya sempat tersumbat dan mengeluarkan darah. Tentu ini membuat emak semakin panik. Karena emak urus bapak sendirian. Sehingga kondisi emakpun mulai menurun.

“Emak udah capek nyi ngurus bapak, tapi emak kasihan sama bapak, pulanglah dulu walaupun hanya sebentar. Kita ga pernah tahu, umur mah Allah yang punya. Syukur-syukur kedatangan nyai bisa mengobati bapak tapi walaupun tidak seengganya sudah bertemu daripada nanti menyesal dikemudian hari.”

Kondisi ini membuat kami cemas, bingung, juga gundah gulana. Setiap hari berdoa memohon pertolongan Allah. Dan berkirim surat ke Huzur aba tercinta untuk kesembuhan bapak. Barangkali doa dari Huzur aba bisa mendatangkan sebuah keajaiban.

Kabar selanjutnya datang. Akhirnya, pihak klinik merujuk bapak ke Rumah Sakit.

Setelah bapak di-Rotgen dan di-USG. Pihak RS menyampaikan kalau bapak harus dioperasi. Tinggal menunggu jadwal.

Tak hentinya saya berdoa khusus untuk bapak. Bahkan permohonan doa saya mohonkan kepada banyak orang agar Allah Ta’ala segera mendatangkan keajaibannya untuk bapak.

Kami juga tak lupa mengirimkan obat homeopathy untuk bapak.

Sedikit demi sedikit pertolongan-Nya hadir. Saat mau mengurus surat-surat di RS, ada saja orang yang merasa kasihan sama emak. Akhirnya ia menolong untuk mengurusnya. Bolak-balik ke RS sakit ada saudara yang punya mobil mau bantu mengantarkan.

Datanglah sebuah kabar bahwa operasi bapak diundur karena adanya pandemi. Satu sisi sedih, tapi di sisi lain berharap agar bapak bisa sembuh tanpa operasi.

Dan benar saja. Keajaiban itu datang kepada bapak. Emak mengabarkan kondisi bapak membaik. Ketika dibawa ke RS lagi lalu diperiksa kembali, akhirnya selang yang hampir sebulan dipasang boleh dilepas.

Pihak RS menyampaikan bahwa bapak tinggal berobat jalan saja.

Betapa gembiranya hati saya mendengar keadaan bapak yang sudah membaik. Satu keajaiban telah Allah Ta’ala zahirkan.

Ini semata-mata pengaruh doa yang khas. Dari Hazrat Khalifatul Masih juga dari berbagai pihak yang mendoakan bapak. Tentu, dari anak-anaknya yang tak pernah meninggalkan sujud tanpa mendoakan untuk kesembuhan bapak.

Satu keberuntungan bagiku ada di bawah naungan Khilafat Jemaat Ahmadiyah. Bagaimana pengaruh doa dapat mengubah hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.

.

.

.

editor: Muhammad Nurdin

Visits: 48

Lalas Sulastri

1 thought on “BERKAT KHILAFAT DAN PENGABULAN DOA YANG DAHSYAT

  1. Subhanallah. Hingga di titik putus asa, keimanan seseorang diuji. Apakah kita akan goyah? Atau berserah diri dan yakin sepenuhnya bahwa Allah-lah dzat yang Maha Penyembuh. Allah hanya ingin melihat kesungguhan kita dalam memohon pertolongan-Nya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *