Refleksi Hari Kasih Sayang

14 Februari, satu tanggal yang seolah menjadi magnet yang menyedot aura warga dunia menjadi berwarna merah atau merah muda. Valentine’s Day, begitu sebutannya. Satu hari yang dianggap sebagai momen pengungkapan rasa cinta dan kasih sayang kepada pasangan.

Rumah-rumah dihias, pertokoan mempercantik diri, kartu-kartu ucapan “Happy Valentine”, kado-kado berisikan cokelat, rangkaian bunga cantik berwarna merah dan merah muda hampir selalu menjadi simbol dari perayaan hari kasih sayang. Makan malam romantis, pergi berdua dengan pasangan dan menghabiskan malam telah menjadi satu ritual yang tak bisa hilang pada hari valentine ini.

Pun di negeri kita Valentine’s Day sudah dirasa lumrah. Banyak pasangan resmi ataupun “non-resmi” yang sibuk dalam perayaannya. Tak terhitung pemborosan yang terjadi, untuk membeli rangkaian bunga, kado-kado cantik, dan seremonial lainnya. Padahal kebanyakan mereka tidak mengetahui apa sebenarnya Valentine’s Day itu, dari mana perayaan ini bermula dan mengapa ada perayaan ini? 

Dilansir dari Suara.com, bahwa sejarah Valentine Day ada dua versi. Berikut penjelasan mengenai sejarah Valentine Day.

  1. St. Valentine Dan Claudius II

Sejarah Valentine Day versi pertama berasal dari seorang pendeta di Roma bernama Valentine. Ia dipukuli lalu hingga tewas dan dipancung pada tanggal 14 Februari 278 Masehi.

Hukuman tersebut diberikan padanya karena ia menentang kebijakan Kaisar Claudius II. Menurut sejarah, Claudius II adalah sosok yang kejam. Ia memiliki keinginan untuk menciptakan tentara yang kuat, sehingga mengharuskan pasukannya bertempur di medan perang.

Namun, di sisi lain kebijakan tersebut sulit dilakukan karena prajuritnya memiliki istri dan kekasih. Hingga akhirnya, Claudius II memutuskan untuk melarang pernikahan dan pertunangan di Roma.

Hal ini ditentang oleh pendeta Valentine dan diam-diam menentang kebijakan tersebut dengan menikahkan sepasang sejoli. Hal ini diketahui oleh Claudius II, Valentine lalu ditahan dan dihukum pancung.

Kisah ini dinilai penuh perjuangan dan kasih sayang. Kematian Valentine ini menjadi inspirasi perjuangan cinta banyak orang. Bahkan jasad Valentine dinobatkan sebagai sosok yang suci dan disebut Santo Valentine.

Dari sinilah muncul istilah-istilah “Hari Valentine”, “Hari Santo Valentinus”, “Pesta Santo Valentinus” dan banyak dirayakan oleh banyak negara; AnglikanGereja Ortodoks TimurGereja Lutheran (sumber : Wikipedia).

  1. Festival Lupercalia

Sumber sejarah lain mengatakan bahwa Hari Valentine berasal dari Festival Lupercalia, yakni sebuah tradisi Romawi Kuno yang berhubungan dengan asusila.

Tradisi ini dinilai tidak bermoral dan tidak melambangkan kasih sayang. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini berubah menjadi penghormatan kepada Dewa Kesuburan.

Hal tersebut pernah ditulis oleh J.A North dalam The Journal of Romance to this volume 98 2008. Lupercalia ini diadakan setiap tanggal 15 Februari. Sedangkan merayakan Valentine dilakukan sehari sebelumnya yakni 14 Februari.

Berdasarkan dua versi sejarah asal mula perayaan Valentine’s Day, jelas bahwa kedua-duanya tidak ada kaitannya sama sekali dengan tradisi Islam. itu artinya, jika perayaan Valentine’s Day terjadi juga di kalangan umat Islam, itu tak lebih dari meniru-niru adat kebiasaan kaum lain. Hal ini tentu harus menjadi bahan kehati-hatian. Karena perilaku meniru kaum lain bukan perihal sepele. Dari Ibnu Umar, Nabi SAW bersabda :

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka. (HR Ahmad dan Abu Daud)

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as, mengingatkan memberikan satu nasihat terkait dengan ini, “Waspadalah! Demi terlihat olehmu kaum lain telah mencapai kemajuan besar di dalam duniawi mereka, maka janganlah hendaknya kamu lantas meniru mereka, dan mengikuti jejak mereka. Dengarlah dan fahamilah bahwa mereka itu sangat terasing dan lengah dari Tuhan Yang memanggil kamu sekalian supaya datang kepada-Nya.” (Bahtera Nuh)

Perhatikanlah, ribuan tahun silam Rasulullah SAW sudah memberikan peringatan, dan di zaman ini, Imam Zaman juga memberikan perhatian serupa, bahwa janganlah meniru dan mengikuti jejak mereka yang terasing dari Tuhan. Adat-adat kebiasaan ini tidaklah mendatangkan faedah apapun, selain menjadikan seseorang ikut menjadi bagian mereka yang jauh dari Tuhan.

Apakah Islam melarang menyampaikan rasa kasih sayang?

Tentu saja tidak. Islam adalah agama penebar damai, cinta dan kasih sayang. Islam adalah agama Rahmatan Lil’Alamiin, rahmat bagi sekalian alam. Namun, bentuk pengungkapan kasih sayang tidak semestinya diekspresikan dalam satu hari, satu momen dan satu perayaan penuh kesia-siaan. Islam mengajarkan untuk berbuat baik, menjaga perdamaian dengan siapapun pada setiap waktu, di setiap tempat dan dalam berbagai kondisi.

Bahkan saat Islam mendapat ancaman, permusuhan, boikot dan serangan, Rasulullah SAW senantiasa memberikan teladan untuk memaafkan dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi siapapun untuk hidup dalam damai. Inilah ungkapan dan tanda cinta yang sesungguhnya.

Oleh karena itu, masihkah relevan mengekspresikan rasa kasih sayang di satu hari tertentu, sementara Islam membuka peluang tersebut setiap harinya?

.

.

.

Penulis: Ai Yuliansah

Editor: Muhammad Nurdin

Visits: 447

Ai Yuliansah

3 thoughts on “Refleksi Hari Kasih Sayang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *