Rindu
Memanglah benar apa yang tetua bilang dahulu, bahwa hidup tanpa ayah, bagaikan rumah tanpa lampu.
Tapi, dengan masih adanya Ibu, cahaya cinta kasihnya akan menerangi gelapnya.
Namun kemudian sang penerang itupun pergi menyusulmu, bayangkan segulita apa hidupku.
Bila tak ada sedikit iman di dada yang semakin rapuh itu, mungkin menyusulmu terasa begitu menyenangkan.
Namun aku tahu, tentu engkau tak menyetujui mauku itu.
Dan kembali bangkit menata apa-apa yang sempat porak poranda dihantam kecewa, tentu itu harapanmu.
Aahh, engkau memang ayah terkeren.
Suatu hari, kala berada di titik terbawah kehidupan, di mana rasanya tak ada lagi ruang untukku menggantungkan asa, maka dengan mengingat kesahajaanmu, sudah terasa merenggut kecewaku yang gila.
Nasehatmu adalah pelita, dekapanmu bagai hujan salju di tengah gersangnya hatiku, mendamaikan gejolak ketidakberdayaanku melerai rindu.
Lalu, bagaimana tidak beruntungnya aku, memilikimu.
Bila seandainya ada kehidupan yang lain, maka akan kumohon kepada Yang Kuasa, untuk tetap terlahir sebagai anakmu.
Di sini, aku hanya rindu.
Rindu pulang, rindu rumah, rindu yang tersayang, rindu Abak, rindu Amak, rindu kakak, rindu adik.
Andai waktu bisa kurayu, akan kuminta walau sesaat saja, mengembalikan masa indah itu, padaku.
Mungkin, lewat catatan pendek ini, amukan rindu bisa kudamaikan.
Namun, derasnya air mata yang berjatuhan, tak mampu kubendung.
Walau dengan segaris harapan yang tersisa.
Visits: 44