
Bukan Sihir, Tapi Hidayah
Wajah yang tenang berubah seketika menjadi murka saat suaminya mengabarkan bahwa ia telah menjadi pengikut Ahmadiyah. Rasa marah dan kecewa menyelimutinya. Baru-baru ini suaminya minta izin untuk pergi sebentar ke Tanjung Pinang, dan sepulangnya dari sana tiba-tiba ia mengaku telah Bai’at. “Jangan-jangan suamiku disihir oleh orang-orang Ahmadiyah di Tanjung Pinang,” pikirnya curiga.
Begitu besar amarahnya pada sang suami mengingat bahwa ia adalah anak dari seorang tokoh agama dan tokoh masyarakat di kampungnya. Bagaimana mungkin suaminya sendiri bergabung dengan kaum minoritas itu.
Ditengah kekecewaan dan kemarahannya atas keputusan suaminya, ia melihat hal-hal yang tidak biasa. Dari hari ke hari, suaminya menjadi lebih rajin beribadah, melaksanakan shalat-shalat sunnah, dan mengajak anak-anak mereka untuk ikut serta. Ia melihat perubahan besar dalam diri suaminya. Perubahan yang membawa kebaikan.
Suatu hari, ia dan anak-anaknya diajak untuk mengunjungi masjid Ahmadiyah di Tanjung Pinang. Perjalanan dari Pulau Numbing ke Tanjung Pinang membutuhkan waktu sekitar satu jam menggunakan pompong atau perahu kecil.
Sesampainya disana, waktu Shalat Zuhur pun tiba. Sang suami mengajak mereka untuk shalat berjamaah di masjid itu. Namun ia menolak masuk karena pernah ada yang memberitahunya, “Jangan pernah masuk ke dalam masjid Ahmadiyah ataupun berwudhu dan shalat disana. Karena kalau kamu lakukan itu, kamu akan kena sihir yang akan membawamu masuk ke dalam Ahmadiyah.” Ia pun memutuskan untuk menunggu diluar bersama anak-anaknya.
Beberapa saat kemudian, ia mendengar suara iqomat tanda shalat sudah mau dimulai. Sejenak ia berpikir, “Apa memang benar kalau berwudhu dan shalat disini aku akan tersihir oleh mereka?” Ia pun mulai penasaran. “Ah, aku akan membuktikannya,” batinnya.
Akhirnya ia memberanikan diri untuk mengambil air wudhu dan ikut shalat bersama jamaah lainnya. Ketika memulai shalat, ia melihat semua orang yang shalat disana gerakannya sama seperti yang biasa ia lakukan. Kabar bahwa gerakan shalat Ahmadiyah berbeda ternyata tidaklah benar.
Bahkan bacaan adzan dan iqomatnya sama seperti Islam pada umumnya. Sampai keluar dari mesjid ia merasa baik-baik saja dan sama sekali tidak tersihir.
Selesai shalat, mereka diajak ke rumah mubaligh Ahmadiyah. Mereka diterima dengan hangat tanpa ada kesan buruk sama sekali. Anak-anak mereka yang masih kecil berlarian kesana kemari dan mengacak-acak kue yang dihidangkan. Akan tetapi, pak mubaligh dan istrinya sama sekali tidak menampakkan raut muka marah atau kesal. “Anakku ribut-ribut disana pun mereka tidak marah. Sebaliknya, mereka malah tersenyum manis sampai kami pulang,” ujarnya terkesan.
Kunjungan ke masjid Ahmadiyah dan rumah Mubaligh saat itu membuatnya semakin tertarik. Sepulang dari sana ia terus berpikir dan akhirnya membuat keputusan. Ia ingin segera berbai’at kepada Imam Mahdi a.s. dan bergabung dengan Jemaat Ahmadiyah. Ia tak peduli respon keluarga besarnya yang nantinya akan memarahinya ataupun tidak suka dengan keputusannya.
Begitu mudahnya Allah memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang Dia kehendaki. Tak perlu banyak dalil atau hujjah. Tapi dengan hati yang bersih hidayah itu bisa didapatkan.
Menemukan hidayah dan menerima kebenaran tak akan selamanya berjalan mulus. Justru banyak rintangan dan pertentangan terutama dari orang terdekat. Sampai saat ini ia harus berjuang menghadapi penolakan dari keluarga besar, terutama adik kandungnya.
Berbagai kegiatan Jemaat Ahmadiyah mereka coba gagalkan. Satu harapannya ialah suatu saat nanti, seluruh keluarganya bisa mendapatkan hidayah seperti dirinya untuk bisa masuk ke dalam Jemaat Ilahi ini. Aamiin
.
.
.
editor: Mumtazah Akhtar
Hits: 40
Aamiin ya Allah.. semoga ibu dan keluarga selalu diberi kesabaran dan menjadi jembatan bagi keluarga besar ibu untuk memasuki bahtera Imam Mahdi ini.. 😇😇😇
Alhamdulillah
Mubarak
Pengalaman rohani yg sangat luar biasa.
Alhamdulillah
Mubarak
Pengalaman rohani yg sangat luar biasa.