Dunia adalah Dermaga Persinggahan
Sebuah kapal penumpang akhirnya berlayar, membelah ombak dan menerjang arus. Terkadang beriringan bersamaan jalannya angin tapi kadang mesti bertentangan arah. Hingga nampak sebuah pulau di tengah samudera luas yang membuat sang nakhoda memutuskan untuk singgah sebentar. Ya, sebentar. Hanya sekedar menunaikan hajat yang harus dipenuhi atau sebatas keperluan lain yang mesti dikerjakan.
Sang nahkoda menyandarkan kapal di ujung tepi batas pulau. Ia berkali-kali mengingatkan dengan tegas kepada semua penumpang kalau sekarang hanya singgah. Artinya, boleh memenuhi semua hajat tapi hanya ala kadarnya. Belanjalah seperlunya, bawalah bekal seperlunya, jangan sampai memaksakan diri yang akhirnya merepotkan diri sendiri. Boleh bersenang-senang menikmati keadaan pulau, tapi harus pandai mengatur waktu agar tak ketinggalan nantinya. Tegas, ia mengingatkan!
Selepas bersandar, penumpang kapal satu per satu mulai keluar dan turun ke hamparan pulau. Di antara mereka ada yang segera kembali naik kapal setelah menyelesaikan keperluannya sehingga ia memperoleh tempat nyaman lagi menyenangkan. Ada juga yang tergoda untuk mengagumi keindahan taman dengan bunga-bunga yang cantik, serta kicauan burung juga batu-batuan nan mempesona. Beruntungnya, mereka segera tersadar lalu kembali naik ke kapal. Tetapi, tidak ada lagi tempat yang nyaman untuk bisa menampungnya. Hanya area sempit yang tersisa.
Hampir sama dengan penumpang jenis ini, kawannya juga sempat tertahan oleh keindahan bunga hingga ia memetik dan membawanya, lalu batu-batuan yang dianggap berharga pun diikutsertakan olehnya. Ternyata ia terlalu memaksa. Lalu, apa yang terjadi? Tidak ada lagi tempat untuknya. Barang-barang yang ia bawa melebihi keperluannya sehingga harus terus ia gendong, panggul, dan angkat di atas pundaknya. Hendak dibuang, sudah tidak ada lagi kesempatan. Betul-betul terjepit di sudut sempit. Tidak ada juga penumpang lain yang ikut meringankan bebannya. Bahkan bunga-bunga telah membusuk hingga menyiksa penciumannya. Ia pun menyesal!
Setelah kapal menarik sauh dari pulau tersebut, kapal terus bergerak menjauh. Ternyata sejumlah penumpang tertinggal di pulau. Terlalu lama mereka bersenang-senang. Terlalu jauh mereka pergi meninggalkan lokasi kapal. Mereka tergoda dengan isi pulau sampai lupa dengan tujuan pertama. Bukankah kapal itu hanya bersandar singgah? Mereka terbuai panorama indah, tergoda lalu tenggelam menyibukkan diri dengan hal yang tak perlu. Menghabiskan waktu walau harus menebusnya dengan harga yang mahal.
Saat teringat untuk kembali menuju dermaga keberangkatan, alangkah terkejutnya. Kapal yang tadi bersandar sudah tak lagi di sini. Bingung. Teriakan histeris hingga tenggorokan tercekat tak bisa mengembalikan kapal tadi. Takut sampai akhirnya ia mati dalam kepayahan di tepi pantai.
Kisah di atas mengajarkan kepada kita bahwa inilah hakikat kehidupan dunia. Waktu kita di dunia ini hanya sebentar. Tidak ada yang bisa memastikan berapa lama kita hidup di dunia. Kapan saatnya melanjutkan perjalanan menuju akhirat tidak ada yang tahu. Jangan menjadi penumpang yang akhirnya menyesal karena tertinggal kapal!
Carilah bekal secukupnya dan seperlunya. Apa saja yang kita perlukan sebagai bekal dalam perjalanan menuju akhirat? Hanya ibadah dan amal saleh yang menggiring setiap tahapan menuju surga.
Jangan berlebihan mengejar dunia! Ambisi untuk menumpuk harta, mengejar pangkat dan jabatan bahkan dwngan menggunakan cara-cara kotor, semuanya hanya akan memberatkan saja! Ingat penumpang yang menyesal karena membawa naik barang tidak berguna!
Allah Ta’ala berfirman: “Dan siapkanlah perbekalan dan sesungguhnya sebaik-baik perbekalan adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” [*]
Pada ayat ini, Allah Ta’ala memanggil mereka yang berakal. Maka hanya orang berakal yang dapat memahami dengan baik akan hakikat dunia dan kehidupannya. Hanya orang yang berakal yang mampu mencerna bahasa kapal, penumpang, pulau dan perjalanan berikutnya.
Ibnu Qayyim dalam ‘Uddatus Shabirin’ menyebut, “Dunia ibarat sebuah kapal. Penumpangnya adalah manusia yang tinggal mendiami bumi, menjalani kehidupan dunia. Kapal penumpang yang telah ditentukan arah tujuannya dan sudah dipastikan dimana akhir perjalanannya.”
Kapal, pulau, penumpang dan yang terkait hanya sebagai permisalan tentang manusia yang hidup di dunia. Mereka yang sibuk tenggelam dan terbawa arus kepentingan yang bersifat sementara akan merugi sehingga membuat lupa akan tujuan akhirnya.
Betapa piciknya seorang hamba yang tertipu dengan materi kebendaan. Mestinya surga menjadi cita-cita kita. Tekad dan puncak perlombaan kita. Ayo kumpulkan bekal secukupnya dan teruslah berlayar dengan mencari tempat lapang di atas kapal!
Referensi:
[*] QS. Al-Baqarah 2: 198
Visits: 46