Empat Martabat Kerohanian Pengikut Sejati Rasulullah saw.

Alkisah, lewat tengah malam Rasulullah saw. mengadakan pertemuan dengan orang-orang Muslim dari Medinah di lembah Aqaba. Paman beliau, Abbas, menyertai beliau. Rombongan Muslim dari Medinah berjumlah tujuh puluh tiga orang, di antara mereka enam puluh dua dari suku Khazraj dan sebelas dari suku Aus.

Rombongan meliputi juga dua wanita, seorang di antaranya bernama Umm ‘Ammara dari Banu Najjar. Mereka mendapat pelajaran agama Islam dari Mus’ab dan mereka penuh dengan keimanan dan ketawakalan. Mereka ternyata menjadi tiang-tiang Islam.

Umm Ammara adalah suatu contoh. Ia menanamkan pada anak-anaknya keikhlasan dan kesetiaan yang tak pernah padam terhadap Islam. Seorang anaknya yang bernama Habib telah tertawan oleh Musailama, seorang nabi palsu, dalam pertempuran sesudah wafat Rasulullah saw.

Musailama berusaha supaya Habib mengingkari imannya. “Apakah kamu percaya Muhammad itu utusan Allah?” tanya Musailama. “Ya,” jawab Habib.
“Apakah kamu percaya aku utusan Tuhan?” tanya
Musailama. “Tidak,” sahut Habib. Atas jawaban itu satu kakinya dipotong atas perintah Musailama.

Kemudian ditanyakan lagi kepada Habib, “Kamu percaya Muhammad itu utusan Allah?” Habib menjawab, “Ya.” Musailama bertanya lagi, “Kamu percaya aku pun seorang utusan Allah?” Habib kembali menjawab. “Tidak.” Diperintahkan lagi untuk memotong kaki yang sebelah lagi.

Bagian yang satu sesudah yang lain dipotong dan badan Habib terpotong-potong jadi beberapa bagian. Ia syahid dalam keadaan mengerikan, tetapi
meninggalkan suatu teladan dan pengorbanan yang tak dapat dilupakan dalam membela kepentingan dan keyakinan agama. [1]

Umm Ammara menyertai Rasulullah saw. dalam berbagai pertempuran. Pendek kata, rombongan Muslim Medinah itu meraih penghargaan istimewa atas kesetiakawanan dan keimanan. Mereka datang ke Mekah bukan untuk mencari kekayaan, melainkan untuk agama dan mereka mendapatkannya
dengan berlimpah. [2]

Kisah di atas memberikan gambaran kepada kita betapa tingginya kecintaan, kesetiaan dan ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Sehingga mereka layak menerima nikmat dari Allah SWT. sebagai syahid dan termasuk golongan orang-orang yang saleh. Inilah kenikmatan sejati sebagai pengikut Rasulullah saw. seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nisa: 70,

“Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni nabi-nabi, sidiq-sidiq, syahid-syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah sahabat yang sejati.”

Dalam tafsirnya, dijelaskan bahwa:
ayat ini sangat penting karena menjelaskan serta menerangkan semua jalur kemajuan rohani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat kerohanian, yaitu para nabi, para sidiq, syuhada dan orang-orang shaleh. Kini semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Rasulullah saw.

Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi Rasulullah saw. semata. Tidak ada nabi lain yang menyamai beliau dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum yang mengatakan, “dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang sidiq dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka.” [3]

Kemudian, dalam referensi lainnya dijelaskan pula bahwa:
Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat sidiq, syahid, dan saleh dan tidak lebih tinggi dari itu, maka pengikut Rasulullah saw. dapat naik ke martabat nabi juga. [4]

Menukil Al-Raghib yang mengatakan, “Tuhan telah membagi orang-orang mukmin dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang mukmin sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan menambahkan bahwa, “kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat diraih.” [5]

Sesuai realita yang sudah terjadi, karunia rohani sudah diraih oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as. sebagai Nabi Umati. Selain itu juga, beliau adalah Imam Mahdi dan Al Masih yang dijanjikan sebagai buah dari mengikuti secara sempurna ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Walau, beliau harus menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang hampir serupa dengan yang dialami oleh Nabi Muhammad saw.

Para sahabat dan pengikut beliau as. juga menghadapi tantangan dan hambatan yang juga mirip dengan yang dialami sahabat-sahabat mulia Rasulullah saw. Namun, beliau as. secara pribadi hidup sampai 30 tahun lebih sejak beliau mendakwakan diri dengan berbagai bentuk dukungan dan pertolongan istimewa dari Allah SWT. Lalu, para pengikut beliau pun saat ini sudah tersebar di 5 benua dan lebih dari 200 negara di dunia sedang terus menerus menunjukkan eksistensi dan perkembangan dinamisnya.

Ini tentu saja merupakan bukti nyata izin dan dukungan Allah SWT. yang sangat luar biasa. Karena, tersebut dalam firman-Nya dalam surah Al-An’am ayat 60 bahwa, “Tidaklah gugur sehelai daun pun, melainkan Dia mengetahuinya.” Apalagi kemajuan jamaah internasional yang sedemikian dahsyatnya.

Beliau dan jamaahnya sangat yakin bahwa kemenangan Islam yang ke-2 kalinya sudah ditakdirkan akan terwujud melalui upaya dakwah beliau as., para khalifah, dan pengikutnya. Insyaa Allah.

Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah kunci untuk meraih rahmat Allah. Dalam segala aspek kehidupan baik ibadah, muamalah, akhlak, maupun saat menghadapi ujian. Ketaatan kita akan membawa berkah dan kebaikan. Dengan mengikuti perintah Allah dan meneladani sunnah Rasulullah saw., kita akan menjadi hamba yang diridhai oleh Allah dan berhak atas rahmat-Nya. Mari kita selalu berusaha meningkatkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, agar kita senantiasa berada dalam lindungan dan rahmat-Nya. Amin.

Referensi:
[1] Halbiya, Jilid 2, hal. 17
[2] Pengantar Mempelajari Al-Qur’an, hal. 230
[3] QS. Al-Hadid 57: 20
[4] Bahr-al-Muhit, jilid 3, hal.287
[5] Al-Qur’an, Terjemah dan Tafsir Singkat Ahmadiyah,, catatan no. 629

Visits: 35

Yati Nurhayati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *