persaudaraan dalam islam

Esensi Persaudaraan Dalam Islam

Esensi Persaudaraan Dalam Islam

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki keterikatan yang kuat antara satu sama lain. Dan merupakan tuntutan fitratnya untuk mewarnai kehidupan ini dalam harmonisasi untuk saling mengisi, saling berbagi dan melengkapi.

Islam sebagai agama yang universal, telah mengakomodir kebutuhan fitrati itu melalui satu seruan yang pasti,

إِنَّمَا المُؤمِنونَ إِخوَةٌ

bahwa seluruh orang yang beriman adalah bersaudara. (QS Al Hujurat: 10)

Implementasi nyata dari hal tersebut kita dapati ketika Rasulullah saw, misalnya, mengikatkan tali persaudaraan antara kalangan Muhajirin dan kalangan Anshor.

Ikatan persaudaraan itu telah dicontohkan demikan luhurnya, hingga mampu melewati batas-batas ‘kewajaran’ dari sifat kemanusiaan yang kikir.

Buah dari itu semua adalah lahirnya rasa kesatuan dan persatuan yang kuat dalam diri umat. Yang dapat dibuktikan melalui kemenangan yang gilang-gemilang dalam medan peperangan.

Ambillah contoh peristiwa Badr. Dimana seratus tiga belas pasukan muslim yang dipandang lemah, mampu mengalahkan seribu lebih pasukan kafir Quraisy yang mapan dalam persenjataan.

Namun kita juga melihat sejarah, dimana kejayaan demi kejayaan yang telah diraih dalam waktu yang singkat telah porak-poranda.

Islam, mengalami masa-masa kelam serupa. Terjadinya perang Siffin, perang Jamal, pergulatan panjang antara Dinasti Umayya dan Abbasiyyah dan seterusnya, adalah realitas pahit yang harus kita telan akibat lemahnya ikatan persaudaraan.

Indonesia yang kita cintai ini adalah bangsa yang majemuk. Ia tidak terikat karena satu suku, bukan pula satu agama dan bahasa. Satu-satunya tali pengikat yang kuat dari Bangsa ini adalah rasa persaudaraan.

Sejarah pun memberikan gambaran serupa. Larinya para penjajah bukan karena kuat dan mapannya persenjataan kita, melainkan sebab kuatnya persatuan dan persaudaraan kita. Dari Sabang hingga Merauke meneriakan satu tekad yang sama, Indonesia Merdeka!

Berkaca pada hal tersebut maka penting untuk menjaga rasa persaudaraan itu. Terlebih sebagai seorang Muslim, ia tidak dipandang sebatas pada rasa kebangsaan, bahkan lebih dari itu ia menjadi tolak ukur dari iman dan ketaatan.

Karena Nabi saw telah bersabda:

لايَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

“Laa yadkhulul jannata qaati’un”

Bahwa Tidaklah masuk surga, orang yang suka memutuskan tali persaudaraan. (HR Muslim)

 

Visits: 209

Muballigh at JAI | Website

Seorang Penulis, Muballigh dan pemerhati sosial. Tinggal di Pulau Tidung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *