Hadhrat Muslih Mau’ud ra.: Putra Rohani yang Pemberani

Sang Putra Rohani, Hadhrat Muslih Mau’ud Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. menggenapi salah satu sifat yang tercantum dalam wahyu yang telah sampai kepada sang ayahanda Hadhrat Masih Mau’ud as. Sifat itu adalah bahwa beliau ra. akan menjadi seseorang yang membebaskan mereka yang ditawan tanpa keadilan. Selain mendukung dan turut membantu kemerdekaan Bangsa Indonesia, salah satu bangsa yang mengecap usaha pembebasan yang dilakukan beliau ra. adalah kaum Muslim di Kashmir. 

Pada tahun 1930, ketika rezim otoriter Hindu dan para penguasa Dogra di Kashmir mulai menganiaya penduduk mayoritas Muslim dan merampas semua hak mereka, pada saat itu semua pemimpin Muslim, Nawab, dan politisi meminta Hadhrat Muslih Mau’ud untuk membantu orang-orang Muslim yang tertindas ini. Dan Hudhur-lah, yang upaya dan kepemimpinannya yang tak kenal lelah, menghasilkan keberhasilan gerakan mereka dan warga Kashmir dapat bernapas lega. [1]

Hadhrat Muslih Mau’ud ra. diminta menjadi presiden Komite Seluruh India Kashmir yang didirikan pada tanggal 25 Juli 1931. Dalam memperjuangkan hak asasi manusia kaum Muslim di Kashmir, Hadhrat Muslih Mau’ud ra. melakukan beberapa upaya berikut ini:

1. Ketika Muhammad Ali Jinnah mendukung adanya pemilihan umum yang digabung antara India dan Kashmir, Hadhrat Muslih Mau’ud menunjukkan dukungannya untuk pemilihan umum yang terpisah. Hal ini perlu agar Kashmir bisa menentukan nasibnya sendiri sebagai bagian dari hak dasar mereka sebagai manusia. 

2. Hadhrat Muslih Mau’ud ra. menulis buku Solusi Masalah Politik India Saat Ini yang mengkritik Laporan Komisi Simon yang merekomendasikan agar dibentuk federasi yang terdiri dari provinsi dan negara bagian. Beliau mencetaknya dan menyebarkannya sehingga menjadi perhatian para delegasi yang akan merundingkan kemerdekaan para koloni dalam Konferensi Meja Bundar pada November 1930.

Singkatnya, tepat pada saat dibutuhkan, buku ini menjelaskan dengan jelas hakikat sejati hak-hak dan tuntutan kaum Muslim kepada para anggota Konferensi Meja Bundar. Konferensi tersebut merekomendasikan pemerintahan konstitusional bagi India dan menyempurnakan rekomendasi Komisi Simon dan dengan demikian ia membantu membebaskan kaum tertindas. [1]

Bukan saja Kashmir, sejarah mencatat bahwa selama perang dunia kedua, ketika pertempuran melibatkan Mesir dan kemungkinan keterlibatan Tanah Suci dalam perang muncul, Hudhur menyampaikan khotbah untuk mencegah meluasnya pertempuran ke tanah suci dan Mesir. Usaha beliau ra. ini pun mendapatkan pujian dari surat kabar “Zamzam”, yang dalam terbitannya tanggal 19 Juli 1942 memuji jasa Hudhur ini.

Surat kabar ini menulis, “Dalam keadaan seperti ini… Imam Sahib telah menunjukkan kecintaannya yang begitu besar kepada Islam sehubungan dengan Mesir dan Tanah Suci Hijaz sehingga kami sangat berhutang budi kepadanya untuk itu dan dengan mengungkapkan keprihatinannya, ia telah benar-benar mewakili perasaan umat Islam.” [1]

Hadhrat Muslih Mau’ud ra. pernah bersabda, “Jangan pernah memanggil atau mengunjungi seseorang hanya karena pangkat dan jabatannya.” Pangkat dan jabatan tak pernah menjadi pertimbangan utama beliau ra. dalam bersikap. Terbukti, beliau ra. akan berdiri paling depan dalam menegakkan keadilan bagi yang tertindas tanpa merasa takut pada pangkat dan jabatan seseorang, bahkan kepada pemerintah sekuat Inggris sekalipun. 

Sebagai salah satu pecinta sejati Hadhrat Rasulullah saw., beliau ra. meneladani kemuliaan beliau saw. dalam memperjuangkan hak-hak mereka yang teraniaya. Salah satu kisahnya yang terkenal adalah ketika Hadhrat Rasulullah saw. tanpa segan dan takut, menemani seseorang yang dihutangi Abu Jahal, untuk menagih uangnya. 

Musuh beliau yang paling besar, ialah Abu Jahal, seorang pemuka kabilah di Mekkah. la yang menganjurkan boikot sosial dan penghinaan secara masif terhadap Rasulullah saw. Pada saat itu datang seorang dari kampung luar Mekkah. Abu Jahal berhutang uang kepada orang itu, tetapi ingkar melunasi. Hal itu diceriterakan kepada orang-orang Mekkah. 

Beberapa pemuda, dengan niat jahat, menganjurkan agar orang minta pertolongan kepada Rasulullah saw. Mereka menyangka Rasulullah saw. akan menolak membantu karena akan timbul risiko permusuhan terhadap beliau dan terutama takut terhadap reaksi perlawanan Abu Jahal.

Jika Rasulullah saw. menolak membantu orang dusun itu, beliau akan dituduh melanggar janji beliau untuk menegakkan keadilan. Jika sebaliknya Rasulullah saw, menolak dan menjumpai Abu Jahal untuk menuntut pembayaran hutangnya, pasti Abu Jahal akan mengusir beliau dengan penghinaan dan ejekan. 

Orang dusun itu menemui Rasulullah saw. Beliau tanpa ragu bangkit, lalu pergi bersama dengan orang dusun itu dan mengetuk pintu rumah Abu Jahal. Abu Jahal keluar dan melihat penagih hutangnya berdiri di samping Rasulullah saw. yang menyebut hutangnya dan meminta pembayaran. Abu Jahal sangat kaget dan, tanpa membuat dalih apa pun, membayarnya sekaligus. [2]

Semoga para Ahmadi khususnya dan umat Islam pada umumnya mampu meneladani keberanian ini, yang berakar dari rasa keadilan dalam diri, dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin.

 

Referensi:

[1] https://www.alislam.org/articles/hazrat-musleh-mauood-khalifatul-masih-ii-eyes-non-ahmadis/

[2] Riwayat Rasulullah saw. oleh Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra., hlm. 7

Visits: 71

Lisa Aviatun Nahar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *