KETAKWAAN ADALAH REFLEKSI DARI KECINTAAN KEPADA RASULULLAH SAW.

Banyak manusia mendeklarasikan bahwa dirinya adalah hamba Allah SWT. yang sangat patuh, melabeli dirinya sebagai orang bertakwa dengan aksesoris-aksesoris keagamaan yang dilekatkan padanya. Bahkan, mengakui diri sebagai garis keturunan dari Hadhrat Rasulullah saw., dan kebanyakan orang menjadikan sosok ini sebagai guru.

Namun, sayangnya guru-guru ini justru mengajarkan hal-hal yang tidak diajarkan oleh Hadhrat Rasulullah saw. dan bertentangan dengan syariat Islam, bahkan hingga membuat-buat sendiri ajarannya. Latar belakang klaim sebagai garis keturunan Hadhrat Rasulullah saw. membuat orang-orang begitu saja percaya dengan apa yang guru ini ajarkan.

Bahkan, dengan adanya penyimpangan yang mereka ajarkan, justru ini berbanding terbalik dengan pengakuan mereka sebagai Muslim yang patuh. Muslim yang patuh ditandai dengan makna sederhana bahwa mereka mengikuti dan menuruti apa yang diajarkan oleh Allah SWT., melalui Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Hadhrat Rasulullah saw. 

Singkatnya, apabila seseorang benar-benar menganggap dirinya adalah Muslim yang bertakwa, mereka akan mengikuti apa yang Rasulullah saw. ajarkan dan contohkan. Tidak mungkin mereka mengada-adakan ajaran yang tidak Rasulullah saw. ajarkan, itu tandanya mereka bukan ingin mengikuti justru mereka ingin menandingi beliau saw.

Muslim yang bertakwa itu adalah seorang hamba yang mencintai Allah SWT. dengan sepenuh hati. Ketika kita mencintai sesuatu, kita akan menggadaikan diri kita untuk hal tersebut. Apa yang kita cintai itu akan menjadi prioritas utama dalam hidup kita.

Begitu juga orang yang bertakwa, ia telah menggadaikan hatinya untuk mencintai Allah SWT. Ia melepaskan segala ego dan hasrat pribadinya untuk menyenangkan Allah SWT. Maka apa yang Allah SWT. perintahkan, itulah yang ia lakukan dengan sepenuh hati. Ketika Allah SWT. mencintai sesuatu, ia pun akan mencintainya.

Termasuk, mencintai Hadhrat Rasulullah saw. sebagai utusan Allah SWT. Karena Hadhrat Rasulullah saw. tidak hanya sebagai utusan melainkan orang-orang mulia yang juga dicintai oleh Allah SWT.

Hal ini seperti yang terjadi kepada Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. Beliau ra. menyatakan bahwa setelah mencintai Allah SWT., maka beliau ra. pun mencintai Hadhrat Rasulullah saw., “Setelah Allah, aku mabuk cinta dengan Muhammad, jika ini adalah kekufuran, maka demi Allah, aku adalah orang yang paling kafir.”

Maka, orang yang mencintai Allah SWT., ia akan mencintai Hadhrat Rasulullah saw. juga. Dan apabila ia mencintai Rasulullah saw. maka ia akan merefleksikan apa yang diajarkan oleh Hadhrat Rasulullah ssw., bukan justru mengada-ada ajaran yang tidak diajarkan oleh beliau saw.

Visits: 42

Renna Aisyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *