
Ketenaran yang Sesungguhnya: Dimuliakan di Langit, Walau Tak Dikenal di Bumi
Di zaman serba instan saat ini, kita semakin sulit menemukan orang yang benar-benar ikhlas dalam ketaatan. Bahkan kebanyakan manusia kerap kali memilih jalan pintas demi mencapai keinginan. Harta, popularitas, kedudukan dan gemerlap dunia membuat sebagian besar manusia silau hingga menjadi buta ruhani karenanya.
Kaum wanita, dari yang belia hingga lanjut usia, tak lagi punya malu memamerkan diri mereka di berbagai platform sosial media demi ketenaran. Hubungan rumah tangga, persaudaraan, dan kekerabatan rela dikorbankan hanya demi mencapai hasrat dunia. Bahkan harga diri pun rela ditanggalkan dan terinjak-injak demi dua kata pamungkas akhir zaman, “Viral dan Cuan”.
Sebagian besar manusia merasa tak tenang jika seluk beluk kehidupannya tak dipamerkan hingga menjadi perbincangan banyak orang. Semuanya hanya demi mendapatkan predikat viral sebagai jalan pintas untuk menghasilkan cuan. Padahal sejatinya, semua pencapaian pasti membutuhkan proses panjang.
Allah Ta’ala sendiri telah menjanjikan lewat firman-Nya, “Orang-orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. 29.Al-‘Ankabūt : 69)
Kemudian, di ayat lain dikatakan, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.” (QS. 65. Ath Thalaq : 2-3)
Sudah saatnya kita lebih banyak merenung dan mengambil pelajaran dari para salafush shalih dalam menjalani kehidupan, juga mempraktikkan ajaran Al Qur’an serta pesan orang-orang bijak di peradaban sebelumnya.
“Tidak masalah seberapa lambat kau berjalan selama dirimu tidak berhenti.” Sebuah untaian penuh hikmah yang disampaikan Confusius, seorang cendekiawan terkenal juga seorang filsuf sosial dari Tiongkok ini diaplikasikan dengan sangat luar biasa oleh seorang pemuda sederhana yang hidup di masa Nabi Muhammad saw.
Sosok pria sederhana, berasal dari Murad daerah Qarn, di bagian Yaman. Pemuda yatim yang menghabiskan masa mudanya untuk merawat sang ibu. Ibunya berharap agar putranya dapat membantu mewujudkan mimpinya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Namun, situasi mereka sangat sulit karena hidup dalam kemiskinan dan tidak memiliki sarana untuk perjalanan jauh tersebut.
Dengan tekad bulat dan cinta yang tulus kepada ibunya, pemuda itu mencari cara untuk memenuhi keinginan sang ibu. Ia berinisiatif membeli seekor anak lembu dan berlatih menggendongnya naik-turun bukit setiap hari hingga berbulan-bulan untuk melatih kekuatan ototnya. Meskipun banyak orang yang meragukannya dan menyebutnya gila, dia tetap gigih melakukan latihan ini tanpa hari terlewatkan.
Hingga tiba hari yang telah ditentukan, dengan kekuatan dan cinta yang luar biasa, ia berhasil mewujudkan impian sang ibu, menggendongnya dari Yaman menuju Mekkah untuk beribadah di Ka’bah. Perjalanan yang panjang dan melelahkan tersebut menjadi bukti sejati dari cinta, kesetiaan dan pengabdian seorang anak kepada orangtuanya, yang sudah jarang kita temui saat ini.
Dalam kisah lainnya suatu peristiwa mengharukan terjadi pada diri laki-laki istimewa tersebut. Ketika sesudah menyatakan beriman pada masa Nabi saw., dia berangan-angan untuk berhijrah ke Madinah untuk bertemu dengan Nabi. Namun perhatiannya kepada ibunya telah menunda tekadnya berhijrah.
Ia ingin bisa meraih surga dan berteman dengan Nabi dengan baktinya kepada ibunya, kendatipun harus kehilangan kemuliaan menjadi sahabat Rasulullah saw. di dunia. Namun dengan karunia Allah, namanya tertulis di langit sebagai Tabi’in terbaik.
Pemuda sederhana itu bukanlah termasuk dari antara para sahabat meskipun dia hidup semasa dengan Rasulullah saw., karena ia tidak bisa bertemu langsung dengan wujud suci Rasulullah saw. Namun amalannya begitu istimewa dalam pandangan Allah Swt., sehingga Nabi suci kita begitu mengistimewakan beliau. Begitu istimewanya kedudukan laki-laki ini, hingga Rasulullah saw. bersabda,
“Allah mencintai hamba-Nya yang suci hatinya, tersembunyi jati dirinya dari makhluk lain, tidak berbuat dosa, penampilannya terlihat kusut, dan wajahnya terlihat dipenuhi debu jalanan, perutnya kempis, jika mereka meminta izin bertemu para pejabat tinggi mereka tidak diberikan izin. Jika mereka ingin menikahi perempuan cantik, tidak diterima. Jika mereka ingin hadir, mereka tidak diundang. Jika mereka hadir ke suatu tempat, kedatangan mereka tidak membuat orang gembira. Jika mereka sakit tidak ada yang menjenguk, dan jika mereka mati mereka tidak ada yang melayat.”
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berperilaku seperti itu?” Beliau bersabda, “Dia adalah Uwais Al Qarni.”
Di kalangan para sufi, Uwais Al Qarni dikenal sebagai orang yang taat dan berbakti kepada kedua orang tua dan kehidupannya yang sederhana dan zuhud yang sejati. Uwais juga dikenal sebagai sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang luar biasa dari Allah Swt. Himmah akan ridha Allah dan keikhlasan menghiasi kehidupannya.
Uwais Al Qarni seorang pemuda biasa penuh kesederhanaan yang tak dikenal oleh banyak manusia pada masanya, namun karena keistimewaan akhlak yang ia miliki, Hz. Rasulullah saw. memberi pesan khusus kepada dua sahabat beliau saw. yang mulia yaitu Hz. Umar r.a. dan Hz. Ali r.a. agar jika suatu saat mereka bertemu pemuda tersebut, mereka beristighfar untuk diampuni dosa bagi keduanya.
Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya. Dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” (HR. Ahmad)
Demikian luar biasanya himmah keikhlasan dalam mencari ridha Allah dari sosok Uwais Al Qarni, sosok yang tak dikenal oleh penduduk bumi, namun dikagumi dan dimuliakan oleh penghuni langit. Ketulusan niatnya, rasa cintanya yang begitu besar kepada ibundanya, dan proses yang ikhlas ia lakukan demi mewujudkan niat mulianya adalah teladan indah yang lebih pantas kita contoh sepanjang masa, di setiap zaman.
Semoga melalui kisah perjalanan hidup Tabi’in terbaik ini, kita dapat mengambil ibrah untuk kembali meluruskan tujuan penciptaan kita di dunia, ikhlas beribadah hanya demi meraih ridha-Nya.
Catatan:
[1] Himmah: gairah kuat yang menggerakkan diri untuk mencapai tujuan, tidak bisa dibendung atau dihindari oleh pemiliknya.
[2] Ibrah merupakan kondisi yang memungkinkan orang sampai dari pengetahuan yang konkrit kepada pengetahuan abstrak, dalam bentuk pengamatan dan tafakur yang menghantarkan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara dengan cara disaksikan, diperhatikan, diinduksi, di timbang timbang, diukur dan diputuskan oleh manusia.
Visits: 205