Membersihkan Hati dari Racun Berhala Masa Kini

Bilal bin Rabah menjadi inspirasi bagi Muslimin karena keteguhan imannya kepada Allah tidak ada tawar menawar. Berbagai siksaan menimpanya saat mula-mula mendeklarasikan dirinya sebagai penganut Islam, tetapi dia tidak pernah mengubah keyakinannya kepada Allah dan Muhammad sebagai rasulnya.

Dikisahkan, bahwa Bilal adalah budak berkulit hitam. Sebelum masuk Islam, Bilal memang dikenal sebagai budak yang kuat, amanah dan berakhlak mulia sehingga banyak yang ingin membelinya. Hingga suatu hari, Bilal mendatangi Darul Arkam, tempat Nabi Muhammad menyampaikan risalah ke pengikutnya saat awal Islam di Makkah. 

Sekali mendengar dakwah Rasulullah, Bilal langsung tersentuh dan meyakini apa yang disampaikan Muhammad adalah kebenaran. Di antaranya tidak ada Tuhan selain Allah, tidak boleh berzina, mencuri, membunuh, dan tidak ada perbedaan antara orang Arab dengan orang ajam (selain Arab) dalam Islam kecuali ketaqwaan. Bilal pun bersyahadat.

Umayyah (sebagai majikannya) mendadak murka dan menyiksa Bilal tanpa ampun. Umayyah mengajak Abu Jahal dan tokoh Quraisy lain ikut menganiaya Bilal. Umayyah terus meminta Bilal meninggalkan Islam dan kembali ke agama moyang; menyembah berhala. Tapi, Bilal tetap kokoh dengan keyakinannya.

Beberapa algojo juga mencambuk kepala dan bagian tubuh Bilal. Namun, Bilal tetap tabah menjalani penyiksaan itu. Dari mulutnya hanya terucap kata yang terus diulanginya, “Ahad, Ahad., Ahad.” Allah Maha Esa. Satu-satunya yang pantas disembah. Bukan berhala-berhala itu.

Itulah salah satu contoh sikap seorang sahabat yang sudah dijamin masuk  surga oleh Rasulullah SAW. Bilal Sang Muadzin pertama umat Islam yang memiliki suara merdu dan lantang. Ia berhasil mempertahankan keimanannya dengan menzahirkan Tauhid Ilahi secara nyata dalam menjalani kehidupannya .

Sebagai seorang mukmin sejati, kita dituntut dan memang suatu keharusan untuk kita berusaha menyebarluaskan ajaran Tauhid Ilahi di atas muka bumi.  Beriman kepada Allah Ta’ala tidak cukup hanya dengan mengatakan di mulut saja  bahwa “Aku beriman kepada Allah Yang Maha Esa” atau hanya timbul rasa takut di dalam hati, akan tetapi kita harus menzahirkannya berupa amal perbuatan.

Kita pun dapat melakukannya dengan cara berusaha keras untuk menegakkan ajaran Tauhid Ilahi. Dan Tauhid Ilahi akan dapat ditegakkan apabila kita telah mengeluarkan dan membersihkan hati kita sendiri dari patung-patung berhala. Di masa kini, berhala itu tidak berwujud patung-patung lagi. Tapi berhala itu telah menjelma menjadi bentuk lain.

Kita harus bisa membuang jauh patung-patung kecil dari dalam hati berupa keinginan harta yang berlebihan dan kesenangan duniawi. Di dalam urusan dunia tidak akan menggunakan cara-cara yang licik atau dengan cara berdusta. Tidak akan mendahulukan urusan duniawi dan urusan perniagaan daripada urusan menunaikan shalat.

Akan senantiasa memberikan tarbiyyat kepada anak-anak dengan lisan maupun praktek dengan amal perbuatan dengan contoh-contoh yang baik di hadapan mereka. Akan menyebarkan ajaran tauhid Ilahi di lingkungan sendiri. Jika hal itu telah diamalkan semuanya sesuai kemampuan sambil berusaha penuh terhadap perbaikan diri masing-masing, barulah Tauhid Ilahi akan dapat ditegakkan. Sehingga kita akan mampu memperkuat mutu keimanan kita sendiri.

Untuk menyebar luaskan Tauhid-Nya di atas permukaan bumi ini, Imam Mahdi a.s. menasehatkan kita, “Berusahalah dengan sekuat tenaga dan berbuatlah kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya dan jangan berbuat zalim kepada siapapun melalui tangan ataupun melalui lidah. Dan berbuat baiklah selalu kepada makhluk-makhluk-Nya.”

“Janganlah berbuat takabur kepada siapapun sekalipun kepada bawahan kalian sendiri. Jangan memaki siapapun sekalipun orang memaki engkau. Berlakulah seperti orang miskin, lemah lembut  dan merendahkan diri, selalu  berniat baik didalam hati  dan jadilah hamba Allah yang bersimpati supaya diterima disisi Allah swt.”

Senada dengan itu, pemimpin Ahmadiyah saat ini mengatakan, “Hendaknya kalian menjadi orang-orang yang menzahirkan Tauhid Ilahi secara amaliah. Menjadi orang-orang yang benar-benar simpati kepada umat manusia, membersihkan hati kita dari kemarahan dan kebencian, menjadi orang-orang yang berjalan di atas setiap jalan kebaikan.” (Hazrat Mirza Masroor Ahmad a.b.a)

Hampir setiap orang dapat dikatakan memiliki pengalaman buruk dalam sebuah fase kehidupannya. Sehingga muncul rasa benci dan marah. Amarah yang tersimpan dalam diri seseorang akibat sebuah peristiwa buruk ibarat bara dalam sekam. Kemarahan yang terus menerus dibawa-bawa dari waktu ke waktu itulah yang disebut sebagai racun.

Ketika hati penuh marah dan dendam, sesungguhnya kita menyimpan racun dalam diri kita sendiri dan menanggung kerugian. Mungkin saja orang yang berlaku buruk pada kita sudah tidak tahu, tidak ingat kejadian itu dan tidak berhubungan lagi. Jadi, ketika kita simpan marah itu, sebenarnya yang teracuni adalah diri sendiri.

Lalu bagaimana caranya membuang racun tersebut? Yakni dengan menyadari bahwa dengan menyimpan dendam amarah, sesungguhnya yang dirugikan itu adalah diri sendiri. Dengan demikian orang yang menyadari kerugian bila berlama-lama menyimpan dendam amarah tentu tidak akan mau melakukannya. 

Oleh karena itu, ada seorang filsuf yang mengatakan bahwa memaafkan adalah membebaskan diri dari penjara dan kita mengetahui bahwa yang sedang terpenjara itu adalah diri kita sendiri. Maka segeralah keluarkan racun itu dari dalam diri kita.

Visits: 330

Yati Nurhayati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *