Perwujudan Mimpi dalam Proses Baiatnya Bapak

Saya satu-satunya Ahmadi dalam keluarga. Saya berasal dari kepulauan Muna, Sulawesi Tenggara. Saya memiliki 2 saudara laki-laki dan 3 saudara perempuan. Bapak satu-satunya orang tua yang saya punya saat ini. Ibu saya telah meninggal dunia sejak 5 tahun yang lalu.

Tujuh tahun menjadi seorang Ahmadi, tujuh tahun pula saya menaruh harapan besar kepada Allah Ta’ala agar kiranya Allah Ta’ala menurunkan karunia-Nya kepada keluarga saya—terutama Bapak—agar masuk dalam Jemaat. 

Berbagai upaya dan usaha terus saya lakukan. Doa selalu saya panjatkan. Mubaligh juga sering berkunjung ke rumah, namun belum ada jawaban dari Allah Ta’ala. Hal itu tidak menyurutkan semangat saya untuk terus berusaha, berharap dan berdoa kepada Allah Ta’ala. 

Singkat cerita,  pada 2 tahun yang lalu di akhir bulan November, saya sedang menyaksikan siaran ulang khutbah Huzur. Kebetulan di samping saya ada Bapak. Saya lalu memperlihatkan khutbah Huzur tersebut kepada Bapak. 

Sontak Bapak berkata, “Satu minggu yang lalu tepatnya malam jum’at saya bermimpi bertemu dengan dia (Huzur). Dia datang bersama rombongan. Mereka masuk dalam rumah. Dia (Huzur) duduk bersila berhadapan dengan Bapak. Dia menghadap ke barat dan Bapak menghadap ke timur.”

“Apakah Bapak kenal dengan mereka semua?” tanyaku penasaran. Bapak menjawab, “Kalau dia (Huzur) tidak asing lagi karena setiap hari saya lihat fotonya. Tetapi yang lain saya belum pernah bertemu dengan mereka. Itu pertama kalinya saya bertemu mereka.” 

“Lalu apa yang dilakukan?” tanyaku semakin penasaran. 

Bapak mengawali percakapan dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Siapa dan dari mana asal mereka? 

“Dia (Huzur) tersenyum kepada Bapak seraya berkata, “Bapak jangan takut. Kami orang baik-baik. Kami datang dari tempat yang jauh.” Kemudian dia berhenti sejenak lalu melanjutkan lagi perkataannya, “Saya ingin menyampaikan bahwa dunia saat ini semakin gelap. Tanda-tanda akhir zaman terlihat sangat jelas. Sudah saatnya manusia kembali ke jalan yang benar. Kembali pada ajaran Islam yang sesungguhnya.” 

Tiba-tiba percakapan kami berhenti. Bapak terbangun karena bunyi keras dari dapur. Bapak ke dapur ternyata kucing menjatuhkan gantungan panci ikan. Lalu Bapak kembali ke kamar, duduk sembari mengingat dan merenungi perkataannya yang ada di mimpi tersebut.

“Bapak merasa mimpi tersebut seolah-olah nyata, sungguh jelas sekali. Kemudian Bapak berdiri lagi lalu ke ruang tengah. Bapak melihat kembali foto dia (Huzur) yang ada di dinding untuk memastikan. Tidak salah lagi memang dia orangnya. Dan ini mimpi yang kedua kalinya Bapak bertemu dengannya,” lanjutnya.

Mendengar cerita Bapak tersebut badan ini merinding dan gemetar. Air mata tak terasa jatuh membasahi pipi. Saya merasa seolah-olah harapan saya segera akan menjadi kenyataan. Lalu saya berkata kepada Bapak, “Itu adalah karunia dari Allah Ta’ala. Allah telah mempertemukan Bapak dengan wujud suci bahkan bercakap dengannya meskipun lewat mimpi.” 

“Saya yang sudah lima tahun berada dalam Jemaatnya belum pernah bertemu secara langsung meskipun lewat mimpi. Sementara Bapak bahkan sudah dua kali bertemu dengannya. Sungguh, ini karunia dari Allah Ta’ala. Bapak harus bai’at, harus masuk ke dalam Jemaat,” ujarku. 

Saat itu Bapak hanya diam dan terlihat jelas di raut wajahnya ada sesuatu yang dipikirkan. Kemudian Bapak berkata, “Nanti dulu. Saya belum siap. Saya butuh waktu.” 

“Saya sangat yakin suatu saat nanti bapak pasti akan masuk dalam Jemaat”, ujarku lagi.

Dalam hati saya berdoa semoga Allah Ta’ala secepatnya menurunkan karunia-Nya kepada Bapak. Saya pun menyudahi percakapan kami karena ada seseorang yang datang ingin bertemu dengan Bapak. 

Sejak percakapan saya dan Bapak saat itu, saya tidak lagi membahas soal Jemaat kepada Bapak. Karena sibuk, waktu untuk berdiskusi pun hampir tidak ada. Hingga akhirnya saya menikah dan pindah ke Jeneponto di bulan Desember tahun lalu. Sementara Bapak  berangkat ke Jayapura bulan Februari tahun 2022.

Beberapa bulan di Jeneponto, saya mendengar kabar kalau Bapak akan kembali ke Muna dan akan mampir ke Jeneponto sekalian lebaran Idul Adha. Tentu saja ini kabar yang sangat membahagiakan buat saya apalagi keluarga suami. Dan pada tanggal 13 Juni 2022 bapak telah berada di Jeneponto. 

Lanjut cerita, pada tanggal 26 Juni 2022, cabang Jeneponto kedatangan tamu dari berbagai  daerah. Ada yang dari Purwokerto, Bima (NTB), Kepulauan Seribu, Kendari, dan ada juga dari Gowa, Sulawesi Selatan. Mereka adalah para mubaligh, pengurus, serta ada beberapa LI. 

Mereka  sampai di kediaman Pak Ketua  pada pukul 11:00 WITA. Beberapa anggota baik Ansor, Khuddam dan LI menyambut mereka. Setelah istirahat sejenak, kami semua kemudian makan siang bersama. Setelah itu dilanjutkan dengan Shalat Dzuhur dijamak dengan Shalat Ashar secara berjamaah. 

Selesai shalat dilanjutkan dengan daras. Namun tidak lama karena saat itu tiba-tiba hujan deras sehingga darasnya dihentikan. Sambil menunggu hujan reda, kami mengadakan foto bersama. Akan tetapi hujan tak kunjung  reda. Akhirnya para mubaligh beserta rombongan berangkat ke rumah anggota untuk memenuhi undangan ngopi di rumahnya dengan menggunakan mobil. 

Hampir semua anggota juga ikut rombongan tersebut tak terkecuali Bapak. Saya yang saat itu tidak ikut karena terjebak hujan akhirnya memutuskan pulang ke rumah mertua dan istirahat. 

Beberapa jam kemudian handphone saya berdering. Ternyata yang menelpon adalah Pak Mubaligh Ali Daeng.  Beliau menanyakan keberadaanku dan mengabarkan bahwa Bapak telah bai’at. 

Saya yang sedang baring saat itu spontan berdiri. Badan ini terasa dingin dan gemetar. Handphone yang saya pegang hampir jatuh. Sungguh tidak percaya, saya kembali bertanya untuk memastikan. Dengan jawaban yang sama beliau mengatakan bahwa Bapak telah bai’at. Kemudian beliau mengajak saya untuk ke rumah anggota tersebut dan menjadi saksi atas baiatnya Bapak. 

Bisa dibayangkan betapa bahagianya saya saat itu. Allah telah memenuhi harapan dan mengabulkan do’aku. Kalimat syukur terus terucap dari bibir saya. 

Saya bergegas menuju rumah anggota tersebut. Sesampainya di sana, dengan mata berkaca-kaca saya melihat Bapak sedang duduk dikelilingi oleh para mubaligh dan anggota Jemaat lainnya. Formulir bai’at telah diisi dan ditandatangani, kemudian diserahkan kepada saya untuk tanda tangan. 

Setelah itu saya menghampiri ketua LI dan bertanya. Bagaimana bisa Bapak bai’at? Ketua LI menjawab, sesampainya di sini Bapak ditablighi oleh Pak Nasiruddin dan Pak Ali. Beliau membahas tentang tanda-tanda akhir zaman. 

Dan apa yang disampaikan beliau ternyata sesuai dengan apa yang Bapak saksikan selama ini. Semua tanda-tanda tersebut sudah terjadi. Selain itu beliau juga mengatakan bahwa Imam Mahdi sudah datang. Setelah itu beliau mengajak Bapak untuk bai’at dan alhamdulillah Bapak siap dan menyatakan diri untuk bai’at. 

Seketika itu saya sadar bahwa ketika kita mungkin berpikir bahwa segala sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan, saat itulah kita lupa bahwa Allah sedang mengatur dan merencanakan sesuatu yang terbaik bagi kita. Padahal sudah jelas Allah mengetahui apa yang terbaik untuk hamba-Nya. 

Sesuai dengan Firman-Nya bahwa “…bisa jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu. Dan bisa jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 217) 

Momen bai’at tersebut merupakan bukti nyata dari rencana Allah Ta’ala. Adanya kunjungan para mubaligh dan pengurus saat itu adalah rencana Allah yang terbaik—juga penggenapan mimpi yang pernah Bapak alami—untuk menurunkan karunia-Nya kepada Bapak. 

Semoga Bapak menjadi Ahmadi mukhlis, tetap istiqomah dan menjadi jembatan untuk saudara-saudara saya mengenal dan masuk dalam Jemaat. Aamiin.

 

 

Editor: Lisa Aviatun Nahar 

Visits: 333

Halima

4 thoughts on “Perwujudan Mimpi dalam Proses Baiatnya Bapak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *