Rasulullah saw. Idola Sepanjang Masa

Antrean panjang telah memenuhi kawasan tempat konser k-pop idol dilaksanakan. Ribuan orang bercampur baur dalam satu tempat, laki-laki, perempuan, remaja, hingga orang dewasa. Mereka berkumpul di satu tempat demi menyaksikan sang idola beraksi. Mereka berdesakan dan berhimpitan tanpa rasa risih sedikit pun. Tidak sedikit para wanita berjilbab turut hadir di dalamnya.

Berlabelkan idola, mereka seakan mengganggap hal biasa jika berdekatan dengan lawan jenis tanpa jarak. Mungkin kewajiban salat pun mereka tinggalkan demi berjumpa dengan sang idola. Mengidolakan seseorang memang hal yang wajar. Namun, jika salah menentukan idola, inilah yang akan membahayakan.

Saat ini media sosial seakan menggiring penentuan tolok ukur seorang idola adalah dari segi kecantikan dan ketampanan, atau dari segi materi dan kebendaan. Bagaimana tidak? Di berbagai media sosial dewasa ini kita terus-menerus dicekoki berbagai tayangan yang lebih banyak menggambarkan bahwa hidup hanyalah untuk kesenangan dunia semata. Mereka seolah tak mengenal hakikat ibadah dan menghamba pada Rabb-Nya sebagai puncak dari aktivitas kehidupan seorang anak manusia.

Mereka seakan lupa bahwa kita sebagai umat Muslim juga memiliki seseorang yang sangat pantas untuk dijadikan idola. Dari berbagai segi, beliau sangatlah patut untuk dijadikan idola. Dari segi ketampanan dan keluhuran akhlak, tiada yang bisa menandingi beliau, ataupun dari segi manapun juga beliau lebih unggul dari siapapun. Dialah Nabi kita tercinta, Nabi Muhammad, Rasulullah saw. Manusia sempurna lagi mulia yang patut menjadi idola di hati setiap umatnya.

“Sungguh bagi kamu dalam diri Rasulullah terdapat suri teladan yang terbaik, untuk orang yang mengharapkan bertemu dengan Allah dan Hari Akhir, dan yang banyak mengingat Allah.” [1]

Ayat di atas, Allah SWT. sudah menyatakan dengan jelas bahwa dalam diri Rasulullah saw. terdapat suri teladan dan panutan terbaik bagi umat manusia yang tidak dapat dibandingkan dengan manusia lainnya. Salah satu dari sekian banyaknya suri teladan yang patut kita contoh dari Rasulullah saw adalah sifat jujur. Nabi Muhammad saw. dalam berdagang sangat dikenal akan kejujurannya. Beliau tidak pernah menipu siapa pun baik pembeli maupun majikannya.

Rasulullah saw. tidak pernah mengubah takaran atau mengurangi timbangan. Selain itu, semua transaksi yang dilakukan selalu disertai ijab kabul dengan tujuan agar terjalin sukarela antara pembeli dan pedagang, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan. Atas sifat dan karakter jujur yang dimilikinya, Rasulullah saw. juga menyandang gelar ‘Al-Amin’, gelar yang diperoleh dari penduduk Mekah.

Dalam sebuah kisah, gelar Al-Amin diperoleh Rasulullah saw. tatkala berusia 35 tahun, saat terjadi banjir besar yang melanda Kota Mekah sehingga menghancurkan bangunan Ka’bah. Atas kejadian tersebut, penduduk Mekah lantas berbondong-bondong membangun kembali Ka’bah yang hancur diterjang banjir.

Ketika pembangunan Ka’bah telah rampung, terjadi perselisihan di antara para penduduk. Setiap kabilah atau suku merasa berhak dan saling berebut untuk menjadi sosok yang akan meletakkan *Hajar Aswad*, batu suci yang ada di Ka’bah. Hingga akhirnya Abu Umayyah bin Mughiroh sebagai orang tertua di antara semua kabilah menawarkan jalan keluar yang disepakati oleh semua penduduk, yaitu siapa orang yang pertama kali memasuki Masjidil Haram maka ia yang berhak memutuskan perkara tersebut.

Ternyata Allah SWT. menakdirkan Rasulullah saw. menjadi orang yang pertama memasuki pintu Masjidil Haram. Akhirnya Nabi Muhammad saw. menjadi sosok yang berhak meletakkan batu Hajar Aswad.

Kebijaksanaan Rasulullah saw. adalah meletakkan Hajar Aswad di atas sorbannya lalu meminta perwakilan dari masing-masing suku di Makkah untuk memegang ujung sorban dan meletakkannya bersama-sama di tempat semula. Berkat kebijaksanaan Rasulullah saw. dalam memutuskan perkara tersebut dengan penuh kejujuran, hilanglah perselisihan di antara penduduk Makkah. Sejak saat itu orang-orang Quraisy memberikan gelar ‘Muhammad Al-Amin’. Al Amin sendiri memiliki arti yaitu orang yang dapat dipercaya. [2]

Julukan tersebut semakin menegaskan salah satu sifat luhur yang dimiliki Rasulullah saw., yaitu karakter kejujuran dan dapat dipercaya yang telah diakui kredibilitasnya oleh Bangsa Arab. Sebuah karakter dan sifat yang harus senantiasa diimplementasikan dalam menjalani kehidupan kita sehari-hari dan menjadikan beliau sebagai contoh teladan juga menjadi idola sejati di hati kaum muslimin hingga saat ini.

Keluhuran akhlak Rasulullah saw. yang begitu sempurna menjadikan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as., Imam Zaman dan Pendiri Jemaat Ahmadiyah, menaruh kecintaan yang teramat dalam pada sosok Baginda Nabi Muhammad saw. Beliau as. bersabda, “Contoh yang paling sempurna dari seluruh moral yang baik adalah kehidupan Rasulullah saw.”

Kecintaan Hadhrat Masih Mau’ud as. kapada Nabi Muhammad saw. bagaikan makanan bagi jiwanya, dan setiap saat dalam hidupnya dihabiskan dalam kecintaan dan ketaatan serta penyerahan diri yang sempurna kepadanya. [3]

Berbagai cara beliau gunakan untuk mengungkapkan kecintaannya yang begitu besar sehingga mustahil untuk mencakup setiap aspeknya. Kehidupan Hadhrat Masih Mau’ud as. begitu penuh dengan contoh-contoh cinta sejatinya bagaikan langit yang penuh dengan bintang. Sungguh sulit untuk menemukan kata-kata yang tepat agar bisa menggambarkan cinta ini. Tak heran bila Hadhrat Masih Mau’ud as. menjadikan beliau saw. panutan dan idolanya.

Lalu bagaimanakah dengan kita yang mengaku sebagai pengikut beliau saw.? Masihkah kita menjadikan mereka yang terkenal keduniawiannya dijadikan idola? Pantaskah mereka kita sandingkan dengan Nabi suci Muhammad saw? Semoga kita menjadi bagian dari orang-orang yang menjadikan Rasulullah saw. sebagai idola dan panutan dalam setiap langkah hidup kita. Karena beliaulah sang idola sepanjang masa.

Referensi:
[1] QS. Al-Ahzab 33: 22
[2] Okezone.com
[3] www.reviewofreligions.org

Visits: 42

Mega Maharani

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *