Teladan Sifat Rendah Hati Rasulullah saw. dalam Memimpin

Suatu organisasi memerlukan pemimpin agar bisa berjalan sesuai harapan dan terstruktur. Namun, acapkali kita kecewa terhadap pilihan yang telah kita tetapkan. Karena pemimpin yang kita pilih tidak seperti para nabi dan khalifah yang melibatkan Tuhan untuk mengemban amanahnya.

Jika kita mengorek kisah tentang lalimnya para pemimpin, tak hanya satu atau dua cerita yang akan kita dapat, bahkan bisa berlipat jumlahnya. Sebagai manusia, kita sering dihadapkan pada kekecewaan atas pilihan kita sendiri. Bukan karena mereka (pemimpin) adalah manusia biasa yang tidak sempurna, melainkan (mungkin) karena mereka lalai dalam meniru kesempurnaan Rasulullah saw. dalam memimpin.

Alkisah, Fulanah mendirikan suatu komunitas islami yang semua anggotanya perempuan. Hijabers, begitu nama komuntasnya, yang merupakan singkatan dari Hijab Lovers. Komunitas kumpulan perempuan yang cinta dengan hijab/jilbab.

Awal mendirikannya, ia ditemani teman yang bernama Khadimah. Semua anggota setuju kalau Khadimah menjadi pemimpin komunitas karena perangainya yang begitu sopan nan lembut. Namun Fulanah menolak, karena menurutnya dialah yang lebih berhak, sebab ia merupakan penggagas pertama dan utama dalam menentukan nama komunitasnya.

Akhirnya, semua anggota setuju Fulanah sebagai pemimpin. Ia begitu cerdas dalam menyampaikan apapun, tak terkecuali dalam mengemukakan analisanya tentang tafsir Al-Qur’an. Komunitas berjalan lancar, pengajian selalu khidmat dan bermanfaat, anggota pun kian bertambah. Hingga beberapa bulan kemudian Fulanah mulai menyimpang, ia semakin lalim. Ia mencoret beberapa anggota yang dirasa ‘tidak layak’ berada dalam komunitasnya hanya karena penilaian pribadinya saja.

Tidak berhenti di sana, Fulanah semakin merasa menjadi ratu. Ia selalu meminta diperlakukan istimewa karena menurutnya hak pemimpin adalah dilayani dengan baik oleh anggotanya. Ia tidak pernah mendengar usulan anggotanya karena ia merasa opini mumpuninya adalah yang keluar dari mulut dan pikirannya.

Fulanah juga sangat anti dengan kritikan. Setiap ada anggota yang mengingatkannya untuk berhenti berbuat lalim, ia akan meradang. Dengan alasan ‘haknya sebagai pemimpin’, ia tak segan menyelipkan singgungan pedas dalam pertemuan.

Alhasil, kian hari anggotanya kian menyusut. Mereka enggan datang karena suasana komunitas sudah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Komunitas yang mereka inginkan adalah komunitas yang berisi kajian bukan cacian. Lain halnya dengan Fulanah. Alih-alih muhasabah diri, dia semakin emosi. Ia merasa anggotanya telah menzaliminya. Sampai akhirnya, komunitas pun bubar.

Kisah di atas merupakan gambaran beberapa kenyataan. Kita harus membiasakan diri untuk rendah hati kala menempati posisi tinggi. Memang manusiawi ketika kedudukan kita di atas orang lain maka rasa memiliki hak-hak istimewa akan menghinggapi. Tetapi bukan artinya kita harus berbangga diri dari mereka yang berada sejengkal di bawah kita lalu menindasnya.

Sebagaimana Khalifah II tercinta kita, yakni Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. menegaskan betapa pentingnya meretas rasa kekuasaan. Beliau menyampaikan, “Di antara semua nabi, Rasulullah saw. adalah yang paling terkemuka dalam rangka upaya melawan kekuasaan dan pengaruh setan serta meningkatkan kesucian dan kesalehan dalam hidup manusia.”

Sepanjang sejarah kepemimpinan dunia, Rasulullah saw. merupakan manusia nomor satu selaku pemimpin terbaik sepanjang masa. Bahkan pengakuan tersebut keluar dari mulut seorang Yahudi.

Selaras dengan ini, Allah berfirman, ”Maka karena rahmat dari Allah-lah engkau (Muhammad) bersikap lemah lembut terhadap mereka, dan seandainya engkau kasar dan keras hati, niscaya mereka akan bercerai-berai dari sekitar engkau.” [1]

Selain berperangai lembut dan selalu menampilkan kasih sayang terhadap semua orang, beliau saw. baik kepada para sahabat, umat, bahkan musuh sekalipun. Rasulullah saw. pun terkenal dengan kerendahan hatinya dalam menerima usulan orang lain. Hal ini dibuktikan dalam satu riwayat.

Ketika Rasulullah saw. dalam perjalanan menuju Perang Badar, beliau berhenti di dekat mata air terdekat, yaitu mata air pertama yang beliau temui. Lalu Hubab bin Mundzir mendekati Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah tempat ini adalah lokasi yang Allah perintahkan kepada Anda untuk ditempati, sehingga kita tidak boleh melewatinya, atau ini adalah tempat yang Anda pilih untuk strategi perang dan taktik?” Rasulullah saw. menjawab, “Tempat ini aku pilih untuk strategi perang dan taktik.”

Hubab kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, tempat ini tidak ideal. Sebaiknya kita bergerak ke mata air yang lebih dekat dengan kaum musyrikin, lalu kita keringkan sumur-sumur lainnya sehingga kita memiliki air sementara mereka tidak.” Rasulullah saw. pun bergerak dan melaksanakan saran Hubab bin Mundzir. [2]

Riwayat tersebut melukiskan betapa indah watak Rasulullah saw. dalam memimpin, beliau tidak pernah merasa berkuasa padahal umatnya begitu mengagungkan namanya. Bahkan, berkali-kali Allah sematkan pujian untuknya dalam ayat Al-Qur’an, namun beliau semakin merendahkan hatinya dan meninggikan kesalehannya.

Beliau tidak pernah mau dirajakan oleh umatnya. Bahkan beliau tidak menyukai sifat para raja yang mengharapkan sembahan dari pengikutnya. Beliau selalu mengutamakan saran para sahabat, terlebih jika seseorang itu merupakan ahli di bidangnya.

Terlepas dari diri kita sebagai seorang pemimpin atau bukan, semoga kita dapat mengamalkan akhlak mulia yang dimiliki baginda Rasulullah saw. Setidaknya, senantiasa memimpin hati dan pikiran agar tetap berada dalam keridhaan Allah.

Memimpin hati untuk selalu tetap menyadari bahwa kedudukan manusia sama di mata-Nya, sehingga kita takkan pernah merasa lebih tinggi dari yang lain. Memimpin pikiran kita untuk menyadari bahwa manusia memiliki banyak keterbatasan, termasuk dalam pengetahuan. Sehingga kita senantiasa memahami bahwa sebagai manusia, kita memerlukan pendapat orang lain untuk berkembang dan meraih tujuan.

Referensi: 
[1] QS. Ali Imran 3: 160
[2] https://islam.nu.or.id/tasawuf-akhlak/mengapa-rasulullah-menjadi-pemimpin-terbaik-sepanjang-sejarah-0APlu

Visits: 43

Nurul Hasanah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *