Tabligh untuk Jodoh Sang Adik

“Jaga adikmu ya, Nak.”

Sebuah surat tiba. Dari Bapak di Palangkaraya. Surat tiba bersamaan dengan datangnya adik saya ke Bontang, di awal tahun 90-an. Sebelumnya sudah saya bawa adik saya yang lain yang waktu itu masih Nasirat dan masih duduk di bangku SMP. Jadi saya dititipkan 2 orang adik, Nasirat dan LI.

Yang paling saya pikirkan adalah adik saya yang sudah menjadi LI dewasa. Sambil mencari pekerjaan, saya ikutkan adik saya ini kursus komputer. Ketika sedang kursus komputer itu, ada beberapa karyawan dari anak perusahaan sebuah BUMN di Bontang. Mereka mengecek ke tempat kursus untuk mencari karyawan. Mereka tertarik dengan adik saya. Begitu selesai kursus, adik saya diterima menjadi karyawan di perusahaan tersebut.

Singkat kata, mulailah para laki-laki non-Ahmadi yang menjadi karyawan di perusahaan tersebut, mendekati adik saya. Saya dan suami cukup kelimpungan menghadapi beberapa lelaki yang berusaha mendekati adik saya ini. Kami tidak tenang.

Di satu sisi, mencari khudam yang cocok kala itu sangatlah sulit bagi kami. Informasi dan ketersediaan khudam yang terbatas di cabang kecil kami cukup membuat kami harus berpikir keras.

Ada juga seorang pemuda tetangga rumah kami yang sudah sangat dekat dengan suami saya sejak masih bujang. Dia dan suami saya bekerja di perusahaan yang sama, bahkan dulu pernah satu kamar asrama sebelum kami menikah.

Suami saya tahu sekali kalau si pemuda ini kutu buku dan cerdas. Dia juga baik. Dia cukup akrab dengan kami dan sering ke rumah kami sejak adik-adik belum ikut saya. Ketika adik saya yang LI ini ikut saya, pemuda ini pun mendekati adik saya. Dia juga kelihatannya sangat serius. Akhirnya suami dan saya kasih nasehat ke adik agar pilih yang ini saja. Karena kami sudah kenal baik dan bertetangga pula.

Alhamdulillah adik saya taat dan mau menerima. Singkat kata mulailah saya bertabligh pelan-pelan kepada si pemuda ini. Sambil disertai kegalauan setiap hari, saya takut kalau dia tidak mau masuk Jemaat. Saya takut mengecewakan Bapak.

Tapi pemuda ini lancar-lancar saja kalau diajak bicara soal Jemaat. Diskusi mengalir cair. Dan karena dia hobi sekali membaca, buku-buku Jemaat yang kami berikan pun dipelajarinya dengan baik. Tapi, ketika kami minta dia bai’at, dia pun bimbang. Ada ketakutan yang dia rasakan.

Dia takut bila dia sudah masuk Jemaat, dia akan dijauhi kawan-kawannya. Saya pun menjawabnya tegas, “Ya, sudah. Nggak usah dekat-dekat adek saya lagi! Itu sudah aturan Jemaat.”

Mendengar hal itu, dia pun meminta waktu untuk meyakinkan diri.

Tak lama kemudian, Bapak Syarif Ahmad Lubis, Amir Nasional Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang pertama, datang ke Bontang. Beliau menengok keponakannya yang waktu itu menjabat salah satu direktur di perusahaan tempat suami bekerja.

Momen inilah yang kami tawarkan ke pemuda tersebut agar mau bai’at. Alhamdulillah semua terasa dimudahkan Allah Ta’ala. Pemuda tersebut yang sedang bekerja, diberikan izin untuk pergi sebentar, menuju rumah dinas direktur yang menjadi tempat menginap Bapak Syarif Ahmad Lubis.

Akhirnya siang itu di tahun 1992, selepas shalat Jumat, pemuda tersebut bai’at. Disaksikan Amir Nasional JAI yang pertama Bpk. Syarif Ahmad Lubis, Mubaligh pertama Bontang Mln. Fazal Muhammad, para pengurus dan anggota Jemat Bontang. Saya begitu terharu dan bersyukur.

Tak lama kemudian pemuda ini menikah dengan adik saya di bulan Desember 1992. Alhamdulillah beliau menjadi anggota aktif dan pengurus berbagai jabatan di Jemaat Bontang. Dan saat ini beliau menjadi Amir Daerah Kaltim. Alhamdulillah.

Saya merasa bersyukur sekaligus tenang. Karena pilihan saya dan suami tidak salah, walaupun sempat ada kebimbangan darinya untuk berbaiat. Baiatnya adik ipar saya yang sempat tertunda beberapa waktu saat itu, toh mengandung pelajaran berharga bagi saya dan keluarga.

Seandainya saat itu beliau mengiyakan saja permintaan saya dan suami, dan berbaiat saat itu juga, mungkin beliau bai’at belum sepenuh hatinya. Tetapi lebih karena diliputi rasa cinta dan ingin menikahi adik saya saja.

Ketika kemudian dia merasa lebih yakin sepenuh hati untuk berbaiat, Alhamdulillah Allah Ta’ala menganugerahkan hadiah terbaik dengan kehadiran dari Amir Nasional JAI yang pertama di hari baiatnya beliau. Sebuah momen langka bagi kami di daerah.

Selain itu, beliau juga membuktikan bahwa baiatnya beliau kepada Jemaat ini adalah karena betul-betul telah meyakini kebenaran Jemaat ini. Beliau begitu semangat untuk aktif dalam berbagai kegiatan, bahkan menerima karunia menjadi pengurus dengan berbagai jabatan, hingga menjadi Amir Daerah Kaltim saat ini.

Allah Ta’ala punya waktu-Nya sendiri. Dan waktu-Nya adalah yang terbaik. Alhamdulillah Allah Ta’ala menganugerahkan hidayah kepada adik ipar kami yang juga menjadi pengabulan doa-doa kami. Tabligh yang saya niatkan untuk menyelamatkan adik kami, berbuah manis. Dan amanat Bapak untuk saya, bisa saya laksanakan dengan sebaik-baiknya dengan karunia Allah Ta’ala..

.

.

.

editor: Lisa Aviatun Nahar

Visits: 60

Sri Rahayu

3 thoughts on “Tabligh untuk Jodoh Sang Adik

  1. Saya sedang bertabligh dengan seorang pemuda yang dekat Li cabang binaan,
    Li tersebut merupakan cucu dari tokoh jemaat, semoga Allah SWT memberikan kemudahan dan hidayah-Nya kepada pemuda tersebut, Aamiin Allahumma Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *