BAHASA ARAB: INDUK SEGALA BAHASA

Bahasa, satu hal yang memiliki peran sangat vital dalam kehidupan manusia. Sebagai “zoon politicon”, manusia hidup dalam satu komunitas masyarakat yang berinteraksi di dalamnya. Sarana untuk terciptanya interaksi itu adalah bahasa.

Bahasa mampu menyampaikan perasaan, pemikiran dan gagasan seseorang kepada orang lain sehingga tercipta sebuah interaksi social yang dinamis dalam sebuah masyarakat. Kita dapat membayangkan akan jadi seperti apa manusia yang hidup tanpa bahasa.

Saya ingin menarik perhatian pembaca kepada sebuah rentang waktu yang sangat jauh berkaitan dengan bahasa dengan sebuah pertanyaan, bagaimana kita dapat menjelaskan asal mula bahasa? Berangkat dari pertanyaan ini, kita akan menelusuri suatu zaman purba bagi manusia dimana bahasa mulai digunakan.

Kemunculan manusia di muka bumi menandai suatu gambaran masyarakat yang berkoloni. Dan mustahil komunitas manusia itu hidup tanpa interaksi. Dari permasalahan itu, sebuah teori dikemukakan untuk menjelaskan asal-usul kemunculan bahasa. Teori Onomatopoik.

Onomatopoik secara sederhana berarti suatu kata yang menirukan suatu bunyi tertentu, baik yang berasal dari makhluk hidup atau benda mati. Misalnya, meong, mbek, waw, kho-kho, ding-dong, tik-tak dan lain sebagainya.

Teori onomatopoik menggambarkan proses berbahasa manusia dimulai dengan bunyi-bunyi seperti itu. Sepertinya, teori ini terilhami oleh teori Darwin mengenai evolusi. Dimana dikatakan bahwa seiring dengan perkembangan kera-kera, yang merupakan cikal-bakal manusia, menjadi manusia begitu juga perkembangan bahasa manusia yang dimulai dengan bunyi-bunyi yang tak bermakna menjadi suatu kata.

Menjelaskan asal-usul kemunculan bahasa sama seperti menjelaskan asal-usul manusia. Sangat pelik bagi kita yang hidup ribuan atau bahkan puluhan ribu tahun setelah peristiwa itu benar-benar terjadi.

Asal-Usul Bahasa “Sama Dengan” Asal-Usul Manusia

Pada dasarnya, teori kemunculan bahasa itu sama seperti teori kemunculan manusia di muka bumi ini. Kita pasti sepakat bahwa kemunculan atau kelahiran seorang anak tidak mungkin bisa terjadi tanpa perantaraan orang tuanya. Kalau konsep ini diterapkan untuk menjelaskan asal-usul manusia, maka tidak akan ada manusia yang akan terlahir ke dunia ini.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as menjelaskan, “Keadaan hari ini tidak bisa dijadikan preseden dari bagaimana permulaan atau awal dari penciptaan alam.”1

Dan satu perbandingan lagi yang ingin saya kemukakan adalah seorang anak belajar berbicara dari ibunya atau orang-orang di sekitarnya. Proses ini terus berlangsung hingga zaman kita sekarang.

Sehingga, kita sampai pada sebuah kesimpulan bahwa bahasa itu harus diajarkan. Apabila kita telusuri proses ini mundur ke belakang hingga sampai pada masa yang paling awal, pertanyaannya adalah siapakah yang telah mengajarkan bahasa kepada manusia yang paling awal itu?

Dua permasalahan ini harus dijawab. Dan jawaban yang paling mungkin adalah Tuhan telah menciptakan satu bahasa bagi manusia untuk digunakan dan Dia sendirilah yang mengajarkannya kepada manusia.

Tentu kita jadi bertanya-tanya, mengapa harus ada Tuhan dalam proses ini? Dalam bahasan berikutnya kita akan menemukan jawabannya.

Menyoal Teori Onomatopoik

Ada satu kerancuan dalam pembuktian kebenaran dari teori onomatopoik ini. Sekiranya awal-mula bahasa yang digunakan manusia berasal dari bunyi-bunyi yang tak beraturan, maka bagaimana kita bisa menjelaskan keberadaan kosakata-kosakata yang sedemikian banyak di zaman-zaman ketika bahasa-bahasa bermunculan?

Kata-kata yang penuh dengan kebijaksanaan, rasional, logis, dan kata-kata yang mampu mendeskripsikan alam semesta beserta karakter-karakter manusia, misalnya, hasrat, cinta, pemikiran dan lain sebagainya, tidaklah mungkin dari suara-suara yang terbentuk secara tidak sengaja.

Jadi, mustahil manusia melakukan aktivitas sosialnya dengan bunyi-bunyi tidak karuan seperti halnya binatang. Jelas, satu hal yang membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan berpikir dan berbicaranya. Jika di masa-masa awal kehidupan, manusia tidak bisa berbicara, maka bagaimana mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Manusia dapat berpuasa selama berhari-hari tanpa makan, tapi kalau tanpa berbicara adalah tidak mungkin.

Beberapa cendikiawan (di antara mereka seperti W. Schmidt) melihat ketidakpuasan atas teori-teori tersebut, dan mulai berputus asa atas semua upaya-upaya yang dilakukan hingga mengemukakan bahwa semua itu harus dikembalikan kepada kepercayaan religius bahwa bahasa pertama telah diberikan oleh Tuhan secara langsung kepada manusia.”2

Bahasa Sanskrit (Sanskerta) memberikan kosakata untuk kata manusia adalah “Munish”, yang berarti “seorang pemikir”. Indikasi yang paling masuk akal untuk membuktikan seseorang itu benar-benar seorang pemikir adalah melalui argumentasi-argumentasi yang dikemukakannya. Barulah kita dapat menyimpulkan dia adalah seorang pemikir atau bukan. Seseorang yang banyak berpikir otomatis dia pasti banyak mengemukakan, dan orang yang sedikit mengemukakan adalah tanda kekurangannya dalam berpikir.

Kata dalam bahasa Arab untuk manusia adalah “Insan” yang berarti “makhluk sosial”. Sebagai makhluk sosial dia pasti bergantung kepada orang lain. Dan kebergantungannya itu pada orang lain menjadi lancar dengan adanya komunikasi. Dan komunikasi itu memerlukan bahasa. Jadi, jelas kiranya peran bahasa yang begitu vital dalam kehidupan manusia.

Peribahasa Persia mengatakan, “Seseorang dapat sampai kepada seseorang lainnya, tetapi sebuah gunung tidak dapat sampai ke gunung lainnya.”

Sekiranya kita harus mengakui bahwa peran Tuhan sangat penting dalam proses kemunculan bahasa pertama, maka bahasa apakah itu yang telah Tuhan sendiri ajarkan kepada manusia? Sehingga manusia dapat mengekspresikan setiap keadaan dan setiap benda yang ada di bumi ini.

Menentukan Bahasa Pertama

Semua bahasa, secara primer, diucapkan, dan secara sekunder baru ditulis. Jadi, kehidupan nyata dari bahasa ada di mulut dan telinga, tidak pada pena dan mata” (Jasperson, hal. 23)3

Sebagaian orang berpendapat bahwa tahun kemunculan sebuah bahasa ditentukan dengan penemuan-penemuan arkeologi berupa suatu inskripsi, manuskrip, atau prasasti. Teori ini sungguh keliru. Apa yang telah dikatakan oleh Jesperson sudah membantah teori tersebut. Bahasa terlahir sebelum tulisan itu lahir. Tulisan hanya produk belakangan dari bahasa. Seandainya kita berpegang pada penemuan-penemuan arkeologis, hasilnya bisa seperti ini:

  1. Samaria 4.000 sM
  2. Elematik 2.000 sM
  3. Cossean 1.600 sM di Mesopotamia
  4. Manuskrip China 1.500 sM
  5. Hitti 1.400 sM di Asia Kecil
  6. Rig Weda 1.200-2.000 sM
  7. Arab Selatan 800 sM
  8. Zend Avesta 600 sM
  9. Arab 328 sM
  10. Monumen Asoka 300 sM

Apakah kita akan menyimpulkan bahwa bahasa yang dipakai orang-orang Samaria merupakan bahasa yang pertama? Ini tidak mungkin. Tulisan tidak dapat menjadi indikator kemunculan suatu bahasa. Tulisan hanya sebagai gambaran bahwa sebuah masyarakat telah menjadi sangat maju dengan berkembangnya tradisi tulis-menulis.

Dan tulisan adalah produk manusia. Manusia menciptakan suatu kaidah tertentu untuk menggambarkan suatu kata atau keadaan dalam bahasa. Tradisi tulis-menulis ini bisa lahir jauh setelah bahasa itu itu lahir.

Seorang pemerakarsa struktularisme, yakni Ferdinand de Saussure, dia telah memberikan gambaran baru untuk linguistic modern. Satu pembahasan yang dikemukakan de Saussure adalah mengenai pembedaan antara “signifiant” dan “signifie”.

Menurut Saussure, “Yang ditandakan dalam tanda bahasa bukan benda, melainkan konsep tentang benda. Konsep-konsep mendahului kata-kata. Kita mencari kata-kata bagi konsep-konsep yang sudah ada dalam pikiran kita dan bahwa dari situ timbul relasi antara kata dan benda.”

Kata-kata merujuk kepada “signifiant”, yang secara bahasa berarti “penanda”, dan konsep-konsep merujuk kepada “signifie”, yang berarti “yang ditandakan”. Pemikiran de Saussure ini berangkat dari sebuah realitas kehidupaan bahasa yang belum tertuang dalam tulisan.

Biar saya sederhanakan konsep de Saussure. Seorang anak yang belum sekolah tahu yang nama buah semangka, tanpa perlu tahu bahwa buah tersebut jika dituliskan seperti ini: s-e-m-a-n-g-k-a. Mengapa dia bisa tahu? Karena dia melihat dimana dalam akalnya telah tersimpan sebuah file (konsep) tentang semangka.

Kembali kepada topik bahasan. Kalau menggunakan metode arkeologis tidak mampu menjadi sandaran untuk menentukan bahasa pertama, lalu bagaimana kita dapat menyudahi diskursus ini. Banyak peneliti Eropa memfokuskan diri pada bahasa Sanskrit. Para peneliti ini memberikan kekaguman yang luar biasa atas kerja keras para perumus bahasa ini, seperti Yashak dan Panni, yang telah merumuskan tata bahasa (grammar) di awal abad ke-4 sM.

Pada masa itu, mereka menyelesaikan sistem tata bahasa dan leksikon. Tata bahasa yang dibuat oleh Panni juga telah sampai di tangan kita. Tata bahasa ini berasal dari tahun antara 350-250 sM yang merupakan satu monument kebesaran dari intelegensi manusia. Tidak ada satupun bahasa dengan gambaran yang sedemikian sempurnanya seperti bahasa tersebut. Itulah mengapa Sanskrit menjadi bahasa yang digunakan oleh para Brahmana di seluruh India.” (Bloofield, hal.11)

Kekaguman yang diungkapkan oleh orang-orang Eropa ini bukan berarti menjadikan Sanskrit sebagai bahasa pertama. Maxmuller menyatakan:

Tidak ada satupun peneliti yang berpikir bahwa bahasa Yunani dan Latin berasal dari Sanskrit. Sanskrit bukanlah induk dari bahasa Yunani dan Latin, sebagaimana Latin merupakan induk dari bahasa Italia dan Prancis. Sanskrit, Yunani dan Latin adalah kakak-adik.”4

Dan pernyataan kekaguman itu malah menjadi “bumerang” bagi bahasa Sanskrit sendiri. Mengapa? Karena dengan adanya peran manusia untuk membentuk “grammar” dan dan leksikon malah mengurangi orisinalitas bahasa itu sendiri.

Kaidah-kaidah seperti itu malah membatasi keberbahasaan seseorang dalam mengungkapkan bahasanya. Dan lambat-laun beberapa unsur-unsur dari bahasa tersebut akan hilang tergerus oleh kaidah tersebut.

Nama Sanskrit saja sudah memberikan kesaksian. Sanskrit (faktanya berbunyi Samskrit) berarti “terkumpul bersama”. Mungkin, banyak dialek yang dikumpulkan dan dikodifikasi oleh para cendikiawan besar Hindu seperti Yashak dan Panni yang telah memberikan bentuk final dari tata bahasanya.

Satu-satunya jalan yang mungkin ditempuh sekarang adalah dengan membandingkan beragam kosakata yang mungkin untuk menerangkan satu kata tertentu dari beberapa bahasa yang dianggap paling kuno.

Kita akan melihat bahwa bahasa Arab adalah bahasa yang mampu memberikan banyak kosakatanya sehingga dapat mengakomodir setiap kosakata dalam bahasa lainnya. Dan tidak hanya itu, terdapat kesamaan akar kata ketika kita membandingkannya.

Kita akan membandingkan kata yang berarti “Lari” dalam 11 bahasa di bawah ini:

KATA ARTI Kesamaan KATA ARTI
China Arab
HSIA Takut, mengejutkan HS=HSY هاش Takut, lari
CHU Lari CH=S سعى Lari
PAO Lari P=F هفا Lari
Sanskrit Arab
DHAWA Lari DW=DW عدوا Lari
PLA Lari PL=FL فل Melarikan diri
ALOP Lari LP=LB هلب Lari
KAR Lari KR=KR كرا Berlari cepat
Hindi Arab
BHAG-na Lari BG=BQ ابق Lari
DAUR-na Lari DR=DR در Lari
NAS-na Lari NS=NSH ناص Lari
NATH-na Lari NTH=NTH نط Lari
BHAJ-na Lari BJ=FJ افاج Lari
SHOOT-na Lari SHT=SYTH شوط Balapan
Persia Arab
DAWI-dan Lari DW=DW عدوا Lari
RAMI-dan Lari RM=RMH رمح Lari
TAGI-dan Lari TG=TQ عتق Berlari lebih cepat
TAKH-tan Lari, menyerang TKH=TK عتك Menyerang, buru-buru
Latin Arab
Es-CAPE Melarikan diri CP=KP كفأ Melarikan diri
CURRO Lari CR=KR كرا Berlari cepat
DROM-os Lari DRM=DRM درم Lari dengan lankah kecil
Yunani Arab
MEO Lari MO=M’A ماع Lari
DEI-mai Melarikan diri DI=DA عدا lari
DIER-os Lari DR=DR در Lari
THEO Lari T=T حتا Lari
PHUG Melarikan diri PG=FJ افاج Lari
TREKHO Lari TRKH=QTR قطر Melarikan diri
Spanyol Arab
RECORR-er Berlari lagi CR=KR كرا Berlari cepat
Jerman Arab
ap-LAOFF Melarikan diri LF=LB هلب Lari
RIN-en Lari RN=QRN قرن Berderap lari
Prancis Arab
ACCOUR-ir Berlari CR=KR كرا Berlari cepat
en-FUIR Melarikan diri FR=FR فر Lari
ECHP-re Melarikan diri CHP=KF كفأ Melarikan diri
Inggris Arab
RUN Lari RN=RN قرن Berderap maju
FLEE Melarikan diri FL=FL فل Melarikan diri
HEAT Balapan HT=HT حتا Lari
HEAT Balapan HT=HD حدة Balapan
RACE Berkuda RC=RQ عرق Berkuda
re-FUGE Berlindung FG=FJ افاج Lari
GALLOP Berderap maju LP=LF ولاف Berderap

Kita dapat melihat bahwa Bahasa Arab memiliki banyak sekali sinonim untuk satu kata. Dan dalam Bahasa Arab, kira-kira terdapat 150 kata yang berbeda untuk menunjukkan arti “lari”. Ini jelas tidak akan pernah ditemukan dalam bahasa lainnya.

Menjadi jelas bagi kita bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang universal dimana banyak akar kata Bahasa Arab yang memiliki kesamaan akar kata serta arti dalam bahasa-bahasa lainnya.

Kemiripan-kemiripan ini menjadi bukti bahwa Bahasa Arab adalah bahasa yang pertama kali diajarkan oleh Tuhan kepada manusia.

Dan mungkin, pada awalnya manusia tinggal pada satu tempat. Lalu, tersebar ke bagian-bagian lain di bumi ini dengan membawa sekumpulan kosakata.

Di satu tempat digunakan kumpulan kosakata tertentu dan di tempat lain digunakan kosakata lain yang mungkin berbeda. Ketika umat manusia mulai tersebar ke seluruh tempat di dunia, satu permasalahan dimulai. Yakni, perubahan fonetik dalam pengucapan kata.

Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as menerangkan, “Beberapa bangsa mudah sekali melafazkan beberapa huruf atau kata tertentu yang pada bangsa lain menjadi kesulitan mengucapkannya. Karena itu bagaimana mungkin yang Maha Bijaksana dengan mencintai satu bahasa saja lalu melupakan prinsip meletakkan segala sesuatu di tempatnya yang sesuai dan meninggalkan prinsip yang mengakomodasi perbedaan temperamen. Apakah pantas bahwa Dia lalu membatasi manusia dengan berbagai tabiat itu dalam kerangkeng sempit dari satu bahasa saja? Lagi pula terciptanya berbagai bahasa itu sendiri menjadi bukti dari keragaman kekuasaan Allah Ta’ala.”5

Bahasa Arab yang bermetamorfosis ke dalam ragam bahasa disebabkan oleh banyak faktor. Beragamnya tabiat manusia, mulai dari cara makan, jenis makanan yang dimakan, tempramen, tempat, keadaan sekitar dalan lain sebagainya, inilah faktor-faktor yang membuat perubahan-perubahan baru dalam berbahasa manusia.

Hanya ini yang bisa menjelaskan, mengapa ada kesamaan fisik kosakata antara bahasa Arab dengan berbagai bahasa di dunia ini.

Demikianlah kajian yang amat ringkas ini. Kajian ini hanya sedikit meng-ikhtisarkan pekerjaan yang sangat luarbiasa dari Muhammad Ahmad Mazhar dalam bukunya yang berjudul “ARABIC THE SOURCE OF ALL THE LANGUAGES”. 

Dan pekerjaan besar beliau ini didekasikan untuk mengeksplorasi sebuah buku karangan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad as yang berjudul “Minanur Rahman”, dimana dalam buku tersebut, beliau menyimpulkan bahwa Bahasa Arab adalah induk segala bahasa.

.

.

.

.

catatan kaki

1 Mirza Ghulam Ahmad, Barahin Ahmadiyah Vol. IV, sekarang dalam Ruhani Khazain Vol. 1, (London, 1984), hal. 404.
2 Encylopedia Britanica, hal. 702
3 Muhammad Ahmad Mazhar, Arabic: The Source of All Languages, (Rabwah: The Review of Religions, 1963), hal. 7
4 Science of Languages, second series, hal. 426
5 Mirza Ghulam Ahmad, Barahin Ahmadiyah Vol. IV, sekarang dalam Ruhani Khazain Vol. 1, (London, 1984), hal. 456
.
.
.
inilah pekerjaaan besar Muhammad Ahmad Mazhar Sahib: https://www.alislam.org/topics/arabic/

Visits: 452

Writer | Website

Sab neki ki jarh taqwa he, agar yeh jarh rahi sab kuch raha ~ Akar dari semua kebaikan adalah takwa, jika ini ada maka semua ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *