Menerapkan Kebaikan dalam Menjaga Hubungan Antarsesama

Ada 2 hubungan yang perlu kita pelihara setiap harinya. Ada hubungan vertikal antara kita dengan Allah Swt. yang disebut Hablum Minallah, dan ada hubungan horizontal antara kita sesama manusia yang disebut Hablum Minannas. Keduanya adalah perkara yang sulit. Namun, menjaga hubungan sesama manusia lebih rumit.

Pada Hablum Minallah, mungkin ketika kita melakukan kekhilafan maka kita bisa langsung mengakui kesalahan lewat pertaubatan dan lebihnya Allah Swt. memiliki sifat Maha Pemaaf. Bagaimana jika kekhilafan kita menyakiti perasaan orang lain? Hal inilah yang lebih rumit.

Dalam hidup kita, pasti sering sekali bertemu orang-orang dengan latar belakang dan watak yang berbeda-beda. Perbedaan ini tak jarang juga tidak cocok dengan kepribadian yang kita miliki. Bahkan, jika diikuti hawa nafsu, maka perbedaan watak dan kepribadian ini berujung kepada perselisihan atau pertengkaran antara satu sama lain.

Tentunya, bagi seorang Muslim dalam hal bersosialisasi pun kita perlu mengingat norma-norma agama. Jadi ketika kita berpapasan dengan hal yang menurut kita tidak baik, kita akan mengedepankan ajaran agama dibanding pikiran dan perasaan pribadi.

Seperti misalkan kita dihadapkan dengan seseorang yang jahil kepada kita, tentu jika kita ingin mengikuti hawa nafsu kita maka kita akan membalas kejahilan mereka. Namun di dalam surat Asy-Syura ayat 40 dikatakan bahwa, “Dan balasan suatu kejahatan adalah ditulisnya yang setimpal, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang zalim.”

Kita perlu ingat bahwa manusia dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dia lakukan semasa hidup. Dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan orang lain. Pun orang lain tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas amalan kita. Jadi ketika ada seseorang yang melukai perasaan kita, baik melalui tingkah laku atau lisan, kita tidak perlu memikirkannya dan cukup memaafkan karena yang akan mempertanggungjawabkan sikap buruknya adalah dia sendiri.

Begitupun ketika kita melakukan kekhilafan, ada baiknya kita hendak menyampaikan permintaan maaf. Walaupun akan terasa berat karena sebagaimana di dalam surat Al-Baqarah ayat 264 ditulis, “Ucapan yang baik dan permintaan maaf lebih baik dari sedekah yang diikuti dengan menyakiti, dan Allah Mahakaya, Maha Penyantun.”

Memang idealnya, seorang Muslim hendaknya menjadikan ajaran Allah Swt. sebagai landasan menjalani hidup dan menjadikan Hadhrat Rasulullah saw. sebagai role model.

Diriwayatkan ketika masih hidup, Hadhrat Rasulullah saw. kerap mendapatkan perlakuan kurang baik dari penduduk Mekkah yang menentang perjuangan pertablighan beliau saw. Dan salah satunya adalah ketika Hadhrat Rasulullah saw. pulang dari masjid, beliau saw. selalu diludahi oleh orang kafir. Hal ini terus berulang setiap harinya hingga Hadhrat Rasulullah saw. tahu betul siapa pelakunya.

Namun reaksi Hadhrat Rasulullah saw. bukanlah marah, melainkan memaafkan dan tidak menyimpan dendam kepada orang tersebut. Hingga suatu hari ketika Hadhrat Rasulullah pulang dari masjid, tidak beliau saw. jumpai orang yang sering meludahinya tersebut. Karena merasa aneh dan khawatir, Hadhrat Rasulullah saw. mencari tahu tentang orang yang sering meludahinya ini. Segera setelah Hadhrat Rasulullah saw. mengetahui orang tersebut, maka beliau lekas mengunjunginya.

Namun ketika Hadhrat Rasulullah saw. sampai, beliau saw. menemukan bahwa orang tersebut sedang jatuh sakit. Bukannya memarahi atau membalas perlakuan orang tersebut, Hadhrat Rasulullah saw. justru mendoakannya. Dan karena melihat bahwa Hadhrat Rasulullah memiliki akhlak yang sangat terpuji, orang yang dulunya meludahi Hadhrat Rasulullah saw. lekas mengucapkan kalimah Syahadat.

Cinta dan kasih sayang di hati Hadhrat Rasulullah saw. begitu kuat dan besar sehingga kepada yang membencinya pun, beliau saw. tak bisa balik membenci. Sebagai nabi pamungkas, beliau saw. sungguh-sungguh menunjukkan bahwa manusia diciptakan Allah Ta’ala sebagai perwujudan sifat-sifat-Nya di dunia. Dan manusia telah ditanamkan potensi untuk itu.

Karenanya, walau tentu tak sesempurna Hadhrat Rasulullah saw., kita selalu bisa mewujudkan salah satu sifat Allah Ta’ala. Bersikap kasih sayang, lembut, selalu penuh kebaikan dalam menjaga hubungan antarsesama. Insya Allah.

Visits: 150

Renna Aisyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *