
Berkah Sang Khalifah dalam Mendukung Kemerdekaan RI
Kemerdekaan suatu negara merupakan hasil dari perjuangan bangsanya. Peperangan dan pertumpahan darah tak dapat terelakan dari sebuah perjuangan demi kemerdekaan. Begitu juga dengan kemerdekaan Republik Indonesia yang lahir dari buah perjuangan seluruh rakyat Indonesia dari berbagai elemen ermasuk para tokoh bangsa, tak terkecuali tokoh dari Jemaat Ahmadiyah.
Jemaat Ahmadiyah Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pengabdian kepada negara baik masa sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Ahmadiyah berperan besar, para anggota Jemaat Ahmadiyah, baik anggota biasa maupun pemimpin-pemimpinnya senantiasa ikut aktif dalam kancah perjuangan baik secara langsung mengangkat senjata sebagai anggota BKR-TKR ataupun sebagai lasykar-lasykar rakyat seperti TRIP dan dalam badan-badan perjuangan lainnya seperti Kowani, KNI, dan sebagainya. [1]
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia dan mengumumkan pembentukan pemerintahan baru. Sayangnya Belanda tidak mengakui hal tersebut, sehingga Maulana Muhammad Sadiq Sahib yang bertugas sebagai mubaligh Ahmadiyah di Sumatra, menulis surat kepada Hadhrat Muslih Mau’ud ra. untuk meminta petunjuk beliau mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan kejadian yang sedang berlangsung. Beliau berperan aktif dalam mendukung kemerdekaan Republik Indonesia.
Sebelumnya pada tanggal 16 Agustus 1946, Hadhrat Muslih Mau’ud ra. meminta perhatian dunia Muslim untuk mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia. Beliau ra. menyatakan bahwa ada sekitar 70 juta Muslim di Indonesia, yang merupakan bagian dari satu bangsa, berbicara dengan bahasa yang sama dan memiliki keinginan untuk bersatu.”
Beliau bersabda, “Muslim Indonesia telah menunjukkan contoh yang luar biasa dalam persatuan mereka, ketika berjuang untuk kemerdekaan mereka, dan contoh seperti itu bahkan tidak ditemukan di negara-negara Arab. Pulau-pulau di Indonesia telah menunjukkan keunggulan yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh dunia Islam lainnya. Mereka memiliki suara yang bersatu. Selama beberapa bulan terakhir, Belanda berusaha sekuat tenaga untuk menciptakan perbedaan di antara mereka, tetapi tidak berhasil. Sangat disayangkan, negara-negara Islam lainnya tidak merasakan indahnya persatuan.”
“Singapura adalah kunci bagi negara-negara Asia, dan itu pun tidak dapat dipisahkan dari kepulauan [Indonesia] karena Singapura adalah bagian dari kepulauan ini dalam hal ras dan bahasa. Dan jika Singapura berada dalam cengkeraman sebuah negara, maka negara-negara lain akan merasa terdorong untuk berdamai dengannya.” [2]
Selanjutnya beliau ra. melanjutkan, “Jika pulau-pulau ini merdeka, mereka dapat menjadi sumber yang sangat besar untuk menyebarkan ajaran Islam dan keagungan Islam. Namun sayangnya, negara-negara Islam lainnya hanya menyuarakan suara yang sangat minim dalam mendukung pulau-pulau ini, dan menunjukkan simpati yang sangat kecil untuk mereka. Ini adalah daerah di mana umat Islam adalah mayoritas. Umat Islam harus mengerahkan segala upaya yang mungkin untuk membantu daerah ini, dan menuntut kemerdekaan mereka dari Belanda.”
“Kebutuhan yang sangat mendesak pada saat ini adalah bahwa umat Islam harus mengangkat suara mereka untuk mendukung saudara-saudara mereka [Indonesia], dalam surat kabar, majalah dan pertemuan-pertemuan mereka, dan menuntut kemerdekaan mereka. Jika mereka tidak dibantu dan didukung sekarang, maka saya khawatir Belanda akan benar-benar menekan suara (orang Indonesia).” [2]
Dalam menghadapi situasi yang seperti ini Hadhrat Khalifatul Masih Tsani, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad ra. (Muslih Mau’ud) menyatakan seruannya untuk mendukung kemerdekaan RI:
1. Agar anggota Muslim Ahmadiyah di seluruh dunia (2 juta pada saat) berpuasa Senin dan Kamis dan berdoa bagi kekuatan para pemimpin dan bangsa Indonesia.
2. Menyerukan kepada para pemimpin Negara Islam, agar mengakui Negara Republik Indonesia.
3. Menyerukan kepada seluruh mubaligh Ahmadiyah di seluruh dunia; Palestina, Mesir, Iran, Afrika, Eropa, Kanada, Amerika Serikat, Amerika Selatan dll untuk mendengungkan dan menulis di surat-surat kabar, majalah di negara masing-masing tentang perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. [3]
“Akhirnya melalui Perjanjian Linggarjati tanggal 15 November 1946 yang ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia pada waktunya. Pada bulan Juli 1947, Belanda, dalam upaya untuk menyelesaikan masalah dengan paksaan, memulai tindakan polisi terhadap republik, dan sekali lagi pada bulan Desember 1948. Akhirnya, Belanda setuju pada bulan Agustus 1949 untuk menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia pada bulan Desember 1949.”
Hadhrat Khalifatul Masih V aba. dalam khutbahnya tanggal 11 Februari 2011 menyatakan, “Hadhrat Muslih Mau’ud ra. menyuarakan suara yang kuat dari anak benua India yang mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia, dan mendesak umat Islam lainnya untuk mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Hadhrat Khalifatul Masih II ra dalam Khotbah Jumatnya pada tanggal 16 Agustus 1946. Mengikuti petunjuk ini, misi-misi Ahmadiyah di seluruh dunia, di samping pers pusat Qadian, diminta untuk mengangkat suara mereka untuk mendukung gerakan kemerdekaan Indonesia. Akhirnya, Indonesia memperoleh kemerdekaan.”
“Para mubaligh Ahmadiyah dan para Ahmadi Indonesia lainnya ikut ambil bagian dalam gerakan kemerdekaan di bawah bimbingan Hadhrat Khalifatul Masih II ra, dan para mubaligh Ahmadiyah serta para anggota Jemaat Indonesia bekerja sama dengan pemerintah Republik.”
“Syed Shah Muhammad Sahib pergi ke Yogyakarta dan bertemu dengan Ir. Soekarno dan memintanya agar beliau mau mengabdi kepada negara dengan bergabung dalam gerakan kemerdekaan. Dia juga seorang misionaris. Selain beberapa pekerjaan lainnya, Presiden Soekarno memberinya tugas untuk menyiarkan berita dalam bahasa Urdu di radio. Selain itu, Maulwi Abdul Wahid Sahib dan Malik Aziz Ahmad Khan Sahib juga bekerja di radio selama sekitar dua atau tiga bulan.”
“Selama pergerakan kemerdekaan pada tahun 1946, beberapa anggota Ahmadiyah mengorbankan nyawa mereka dan menjadi martir. Salah satunya adalah Raden Muhyiddin Sahib, presiden Jemaat Indonesia, yang juga merupakan sekretaris Komite Indonesia. Beliau sedang sibuk mempersiapkan perayaan hari kemerdekaan Indonesia yang pertama, ketika beliau diculik oleh pasukan Belanda, dan kemudian syahid.” [2]
Berbagai bukti sejarah ini dapat menggambarkan secara jelas bahwasannya peran Ahmadiyah cukup besar dalam meraih kemerdekaan bangsa ini. Sebuah perjuangan yang lahir dari semangat cinta tanah air dan keimanan serta ketaatan kepada Khalifahnya, yang sedari awal memang telah digariskan menjadi bagian dari keberadaan Jamaat Ahmadiyah ini.
Perhatian yang tulus, petunjuk demi petunjuk serta seruan dari sang khalifah menjadi penyemangat dalam diri setiap ahmadi untuk terus berjuang mencapai kemerdekaan bangsa ini. Hingga sangat layak kita memaknai bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia sebagai salah satu berkah dari sang khalifah tercinta Hadhrat Mirza Bahsyiruddin Mahmud Ahmad ra., Khalifah ke-2 Jemaat Ahmadiyah.
Referensi:
[1] https://ahmadiyah.id/kiprah-ahmadiyah-perjuangan-kemerdekaan-indonesia?amp
[2] https://www.alhakam.org/jamaat-e-ahmadiyyas-role-in-indonesias-independence-from-the-dutch/
[3] Kedaulatan Rakyat, 10 Desember 1946
Visits: 54