Rasulullah saw. Mengedepankan Kasih Sayang

Islam hadir di dunia sebagai agama yang diajarkan Nabi Muhammad saw. dengan pendekatan yang damai dan penuh kasih sayang, tanpa mengandalkan kekerasan atau kekuatan militer. Meskipun, dalam menyebarkan Islam, Rasulullah saw. dan para pengikutnya sering kali menghadapi penganiayaan, penindasan, dan perlawanan dari kaum yang menentangnya.

Salah satu contoh kisah teladan Nabi Muhammad saw. dalam menyebarkan Islam tanpa kekerasan yakni dakwah kepada penduduk Thaif. Ini salah satu contoh luar biasa dari keteguhan hati, kesabaran, dan kasih sayang dalam menghadapi kesulitan.

Setelah dakwah di Mekah mendapat penentangan yang sangat keras dari kaum Quraisy, Rasulullah saw. mencari alternatif lain untuk menyebarkan Islam. Salah satu tempat yang beliau tuju adalah Thaif, sebuah kota yang berada di sebelah tenggara Kota Mekah dengan jarak sekitar 75 mil.

Thaif adalah kota terbesar ketiga sesudah Mekah dan Yatsrib (Madinah). Penduduk kota Thaif dihuni oleh suku Thaqif, salah satu suku yang paling berpengaruh serta memiliki kekuasaan dan kekayaan melimpah. Hal itu mengakibatkan kerusakan moral.

Masyarakatnya dikenal suka melakukan riba, zina dan minum khamr. Selain itu juga penduduknya menyembah berhala dan mewariskan kesombongan dan pengingkaran terhadap kebenaran.

Perjalanan ke Thaif terjadi pada bulan Syawal tahun 10 kenabian. Beliau ditemani oleh Zaid bin Haritsah, anak angkat dan sahabat sejatinya. Ketika Rasulullah saw. sampai di Thaif, beliau saw. menemui para pemuka suku Thaqif. Beliau saw. duduk bersama dengan lemah lembut dan penuh kebijaksanaan mengajak mereka untuk beriman kepada Allah SWT. dan meninggalkan penyembahan berhala. Harapan beliau saw. agar mereka menerima pesan kedamaian ini dan menjadikan Thaif sebagai tempat yang lebih kondusif untuk Islam dibandingkan Mekah.

Namun, ajakan Nabi Muhammad saw. tidak hanya ditolak, para pemuka memperlakukan beliau dengan sangat buruk. Beliau saw. ditanggapi dengan penghinaan dan kekerasan. Mereka juga memprovokasi penduduk untuk mencela dan meneriaki beliau saw. Kemudian melempari beliau saw. dengan batu hingga tubuhnya terluka dan berdarah. Zaid bin Haritsah berusaha melindungi Nabi, namun dia pun terluka dalam upaya tersebut.

Dalam kondisi terluka parah, Nabi saw. bersama Zaid bin Haritsah terpaksa meninggalkan kota Thaif. Mereka akhirnya menemukan tempat perlindungan di sebuah kebun kurma milik dua bersaudara, Utbah dan Syaibah, yang dengan hati terbuka memberikan perlindungan sementara kepada Nabi.

Dalam keadaan terluka dan kelelahan, Nabi Muhammad saw. tidak menunjukkan sedikit pun kemarahan atau kebencian kepada penduduk Thaif. Di kebun tersebut, Rasulullah berdoa kepada Allah dengan penuh kerendahan hati dan berserah diri. Doa ini dikenal sebagai “Doa Thaif.”

“Ya Allah, kepada-Mu aku mengadukan kelmahanku, kurangnya dayaku dan kehinaanku di hadapan manusia. Engkau adalah Tuhan orang-orang lemah, Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapa Engkau serahkan diriku? Kepada orang asing yang akan menerimaku dengan tidak ramah, atau kepada musuh yang menguasai urusanku? Namun, selama Engkau tidak marah kepadaku, aku tidak peduli. Tetapi ampunan-Mu lebih luas bagiku. Janganlah Engkau turunkan murka-Mu kepadaku, atau Engkau timpakan kemarahan-Mu kepadaku. Hanya kepadamu aku memohon ridha, hingga Engkau meridhai aku. Tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Mu.” Inilah doa beliau yang mengadu kepada Allah mengenai kelemahan dan keterbatasannya dalam berdakwah, serta memohon pertolongan dan kasih sayang-Nya.

Di tengah kesedihan itu, datanglah malaikat yang menawarkan bantuan untuk menghancurkan penduduk Thaif, sebagai balasan atas perlakuan mereka dengan membalikan gunung yang ditimpakan kepada mereka. Namun, beliau dengan penuh kasih sayang menolak tawaran tersebut dan berharap agar suatu saat nanti keturunan penduduk Thaif akan menerima Islam.

Rasulullah saw. selalu mengutamakan dakwah dengan kelembutan, memaafkan orang-orang yang berbuat buruk kepadanya, dan terus berharap akan datangnya kebaikan bagi umat manusia. Beberapa tahun setelah peristiwa itu, doa beliau terkabul. Penduduk Thaif akhirnya menerima Islam, dan banyak dari mereka yang kemudian menjadi Muslim yang taat.[*]

Kisah ini menjadi teladan bagi umat Islam tentang pentingnya kesabaran, keteguhan hati, dan kasih sayang dalam menyebarkan kebaikan. Kisah ini juga selaras dengan apa yang disampaikan oleh tokoh besar dunia, Mahatma Gandhi.

“Pernah saya bertanya-tanya, siapakah tokoh yang paling mempengaruhi manusia? Saya lebih dari yakin bahwa bukan pedanglah yang memberikan kebesaran pada Islam pada masanya. Tapi dia datang dari kesederhanaan, kebersahajaan, kehati-hatian Muhammad; serta pengabdian luar biasa kepada teman dan pengikutnya, tekadnya, keberaniannya, serta keyakinannya pada Tuhan dan tugasnya.”

Kutipan ini merupakan salah satu pandangan dari Mahatma Gandhi tentang Nabi Muhammad saw. Gandhi mengagumi sifat-sifat Nabi Muhammad saw. yang membuat Islam menyebar dengan damai dan bukan melalui kekuatan militer. Dia menyoroti bagaimana sifat-sifat kepemimpinan, moral dan spiritual Nabi Muhammad saw. memberikan pengaruh besar terhadap umat manusia.
Menurut Gandhi, Nabi Muhammad adalah contoh teladan yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan melalui ketekunan, kesederhanaan, dan keyakinan yang kuat pada Tuhan.

Referensi:
[*] Syaikh Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nabawi, Kisah Nabawiyah-Sejarah Lengkap Nabi Muhammad saw., 2017

Visits: 33

Liana S. Syam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *